Berita Terbaru

01 Aug 2006

Putus Mata Rantai Perdagangan Karet

Putus Mata Rantai Perdagangan Karet
Mata rantai perdagangan karet rakyat di Provinsi Jambi yang panjang serta tidak efisien harus segera diputus. Kondisi ini telah membuat harga yang diterima petani jauh lebih rendah dari yang semestinya karena sebagian tersedot pada biaya tata niaga dan rente. Petani karet tidak mengetahui dasar perhitungan yang dipakai perusahaan karet (crumb rubber) dalam menentukan harga.

Presiden Dewan Karet Nasional Thailand (National Rubber Council of Thailand) Uthai Sonluksub mengemukakan hal itu dalam sambutannya seusai makan malam dengan Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin di Jambi hari Minggu (30/7). "Dari segi luas areal perkebunan karet, Indonesia melebihi Thailand. Namun, produksi karet Thailand nomor satu di dunia, lebih besar dari produksi Indonesia yang berada pada urutan kedua dan Malaysia pada urutan ketiga," ujar Uthai. Padahal, tanah, air, dan udara di Jambi jauh lebih baik dibandingkan dengan Thailand.

 

Uthai bersama rombongannya akhir pekan lalu mengunjungi beberapa sentra produksi karet rakyat dan kolam ikan di Kabupaten Muaro Jambi. "Thailand siap membantu dan melakukan alih teknologi kepada petani karet di Jambi, mulai dari pembibitan, pengolahan lahan, penanaman, hingga pengolahan hasil. Pengusaha Thailand bersedia bekerja sama dengan petani Indonesia dalam mengolah kayu karet," kata Uthai lagi.

 

"Di Thailand nilai tambah karet meningkat karena jadi bahan berbagai jenis industri rumah tangga hingga industri dengan teknologi tinggi," kata Uthai menambahkan.

 

Mata rantai perdagangan karet di Thailand pendek, yaitu dari petani (kelompok tani) langsung ke pabrik.

 

Panjang

 

Pemantauan Kompas di beberapa sentra produksi karet di Jambi, mata rantai perdagangan karet di daerah ini tergolong panjang dan butuh ongkos yang besar. Karet yang dihasilkan petani di desa minimal tiga kali naik dan tiga kali turun kendaraan sebelum diolah di pabrik. Rantainya adalah dari petani pemilik atau petani penyadap, karet mentah (bahan olah karet rakyat/bokar) dijual kepada pengumpul di desa (di desa umumnya punya lebih dari satu pedagang pengumpul). Kemudian, pedagang pengumpul tingkat desa menjualnya kepada pedagang pengumpul antardesa.

 

Pedagang antardesa menjual karet ke Jambi, tepatnya ke pedagang besar karet yang berlokasi di kawasan Payo Silincah, Kecamatan Jambi Selatan, Kota Jambi. Di Payo Silincah ada belasan pedagang besar karet yang di Jambi disebut kaw puik artinya 98. Pada awalnya, pedagang besar ini mengambil keuntungan dua persen. Namun, dalam perkembangannya ada yang mengambil keuntungan sampai 12 persen, 22 persen, bahkan lebih. Pedagang besar memiliki posisi tawar yang kuat terhadap pabrik karena menguasai bahan baku. Dari pedagang besar ini karet baru dijual ke pabrik atau crumb rubber.

 

Rendah

 

Dari Kepulauan Riau dilaporkan, produktivitas tanaman karet di perkebunan karet di Pulau Kundur, Kabupaten Karimun, rendah karena keterbatasan bibit unggul dan pemeliharaan tanaman yang kurang baik. Bahkan, banyak perkebunan karet yang ditelantarkan.

 

Pengamatan Kompas di beberapa lahan perkebunan, Minggu dan Senin (31/7), tidak banyak terlihat mangkuk penampung getah di batang pohon karet. Getah karet dibiarkan mengalir ke tanah dan sebagian pohon lainnya tidak lagi mengeluarkan getah.

 

Menurut petani karet, Suyatni, asal Jawa Timur, pohon karet banyak di Pulau Kundur, seperti di Kecamatan Kundur Barat. Namun, pengelolaan kurang baik.

 

Sumber: Kompas

Logo KPBN

Contact Us

Jl. Cut Meutia NO. 11, RT. 13, RW. 05, Cikini, Menteng, Kota Jakarta Pusat, DKI Jakarta. Kode Pos. 10330

(021)3106685, (021)3907554 (Hunting)

humas@inacom.co.id

PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara

Social Media

© Inacom. All Rights Reserved.