KPBN News

Tempurung kelapa sumber energi alternatif Bisnis masa depan dan akses pasar lebih terbuka

Indonesia memiliki pulau-pulau dengan nyiur melambai di sepanjang bibir pantainya. Meski terdengar indah, pemanfaatan pohon kelapa di negeri ini masih minim. Termasuk dalam hal penggunaan energi alternatif.
Saat harga BBM tahun lalu naik, pemerintah mempromosikan briket batu bara dan biodiesel sebagai alternatif solusi finansial bagi masyarakat kebanyakan yang kesulitan menghadapi lonjakan kenaikan tersebut.

Sayangnya, harga murah energi alternatif itu tidak disertai keuntungan komparatif bagi penggunanya. Briket batu bara, misalnya. Oleh ahli kesehatan, briket ini dinilai bisa merusak organ pernafasan dalam jangka waktu puluhan tahun mendatang.

Briket tersebut juga relatif tidak praktis karena masyarakat butuh waktu puluhan menit dalam menyalakan dan memadamkannya. Demikian pula dengan biodiesel yang keberadaannya belum meluas alias baru bisa didapat di kota besar tertentu saja.

Dalam kondisi seperti itu, syair indah tentang nyiur melambai tadi bisa menjadi solusi efektif bagi kesulitan masyarakat tadi melalui pengolahan tempurung menjadi briket tempurung kelapa dan arang granular.

Ujang Koswara, Direktur Utama PT Buatan Guna Indonesia (BGI) Bandung -produsen briket tempurung kelapa dan arang granular-mengatakan pohon kelapa sebagai pohon teramat efisien dan sangat menguntungkan.

Sebab dari tempurung kelapa saja, bisa diperoleh pendapatan besar. Padahal di mata kebanyakan orang, bahan tersebut hanyalah limbah yang rasanya tidak mungkin bisa dimanfaatkan sebagai energi alternatif maupun bahan berguna lainnya.

Tentunya, energi alternatif yang satu ini bukan sembarang energi. Karena keunggulannya yang tidak membahayakan kesehatan, praktis, dan enteng di kantong membuat briket tempurung kelapa kini sudah diimpor masyarakat Korea Selatan.

`Sambutan pasar Internasional cukup bagus, sekalipun di dalam negeri masih jarang yang beli. Orang luar itu sudah tahu produk yang murah namun aman bagi kesehatan, sehingga briket tempurung diminati,` katanya kepada Bisnis, pekan lalu.

Dia mengatakan briket tempurung yang ukurannya bisa disesuaikan itu dapat digunakan memasak dalam skala rumah tangga selama dua jam dengan proses menyalakan yang singkat.

Untuk mematikannya, sambungnya, sumbat seluruh ventilasi udara tungku dengan kain, sehingga briket akan mati dengan sendirinya. Karena itu, seorang ibu rumah tangga yang awam sekalipun tidak akan kesulitan menggunakannya.

Bahan bakar alternatif yang satu ini juga tidak mengeluarkan asap sedikitpun ketika dipakai, seperti halnya setrika arang batok kelapa yang lazim digunakan waktu zaman baheula.

Karenanya, organ paru-paru masyarakat tidak akan rusak apalagi tercemar. Soal harganya pun masih bersaing. Harga sebuah briket tempurung yakni Rp3.500 atau mahal dikit dibandingkan harga rata-rata minyak tanah Rp2.700 per liter yang kadangkala langka.

Khusus arang granular, peminatnya bahkan sudah banyak dari dalam negeri. Bahan baku karbon aktif ini sangat dibutuhkan industri yang mengutamakan higienitas produk seperti pada industri minuman, pengolahan air, dan lainnya. Harga jual arang granular sendiri sekitar Rp1.500 per kg dengan akses pasar yang relatif lebih terbuka serta proses produksi yang tidak rumit.

Nah, keuntungan utama dari bisnis briket maupun arang granular ini adalah bahan bakunya yang tidak akan sulit ditemukan di bumi khatulistiwa ini. Pohon kelapa jelas bisa ditemukan di seluruh pulau.

Menilik semua kriteria di atas tadi, sekali lagi, mengembangkan bisnis pemanfaatan tempurung kelapa tentunya bisa menjadi ladang fulus bagi pengusaha yang berminat mengembangkannya.

Kalkulasi bisnis

Lantas, bagaimana cara pengolahan dan kalkulasi bisnis ini? Ujang menjelaskan langkah pertama yang dibutuhkan adalah lahan sekitar 3.000 meter2 guna mendirikan sebuah bangunan pabrik seluas 1.500 m2.

Pada areal tersebut, tutur pria asal Garut itu, harus tersedia lahan guna menampung bahan baku briket yakni arang kelapa berikut bangunan untuk meletakkan tujuh mesin pengolah serta ruangan khusus oven (pemanas) briket.

Bahan baku arang kelapa bisa didapatkan dari petani kelapa dengan harga berkisar Rp900 per kg dengan spesifikasi arang tersebut merupakan hasil pembakaran sekitar 12 jam.

`Apabila pasokan bahan baku 10.000 kg arang kelapa per hari, maka pengolahan industri ini akan menghasilkan 8.000 kg arang granular dan 2.000 kg debu halus. Debu inilah yang menjadi bahan baku briket tempurung,` katanya.

Mantan dosen itu melanjutkan guna memproduksi briket batu bara, maka arang tadi harus melewati enam mesin pengolah yang terdiri atas conveyor, hammer mil, cyclone, blower+dust collector, rotary screen, mesin cetak, dan mesin oven. Tiga mesin di awal merupakan bagian dari mesin penghancur (crusher) yang bertugas menyaring, menghancurkan serta memisahkan arang kelapa menjadi arang granular [arang sebesar biji jagung] dan debu arang.

Guna mencapai hasil pemisahan tersebut diperlukan waktu sekitar 10 jam non-stop dengan tingkat utilisasi mesin 100 ton per jam. Nah, hasil debu arang kemudian dimasukkan pada blower+dust collector guna mencapai kehalusan tertentu.

Pada mesin blower, satu jam pengolahan menghasilkan debu super halus sekitar satu ton dari bahan baku 10 ton. Hasilnya kemudian dicampur tepung tapioka sebesar 10% dan air 2% dari berat debu halus satu ton.

Apabila sudah dicampurkan, maka pengolahan memasuki mesin rotary screen yang berfungsi mengaduk dan merekatkan bahan campuran itu. Prosesnya memakan waktu yang kontinyu selama setengah hari.

Olahan dari mesin rotary adalah sejenis tepung hitam berwarna lekat, untuk kemudian dicetak pada mesin khusus. Hasil cetakan berbentuk lingkaran kecil itu kemudian dimasukkan ruangan oven selama tiga jam.

Setelah keluar oven, jadilah briket tempurung kelapa. Dengan asumsi bahan baku arang sekitar 10.000 kg per hari, maka setiap harinya bisa dihasilkan briket 2000 kg alias 60.000 kg per bulannya.

Guna pendirian bisnis optimalisasi tempurung ini dibutuhkan modal setidaknya Rp1,9 miliar meliputi pembelian tanah Rp1,2 miliar, harga mesin crusher Rp250 juta, blower+dust dan rotary screen Rp200 juta, serta mesin cetak dan mesin oven Rp300 juta.

Investasi tersebut belum ditambah biaya operasional yakni listrik untuk tenaga mesin yang ditaksasi membutuhkan 50.000 KWH atau senilai Rp27,5 juta setiap bulan, dengan asumsi 1 KWH=Rp550.

Ditambah modal biaya pekerja dan tetek bengek lainnya, total nilai investasi pembangunan pabrik briket tempurung ini sekitar Rp2,1 miliar. Jumlah yang cukup besar, memang.

`Dengan asumsi bahan baku arang 300.000 kg, setiap bulannya akan dihasilkan 60.000 kg briket seharga Rp3.500 dan 240.000 kg arang granular Rp1.500 per kg. Akumulasi biaya satu kg briket Rp2.500 dan satu kg arang granular Rp900,` ujarnya.

Alhasil, lanjut dia, margin pengusaha adalah Rp1.000 dari briket serta Rp600 dari arang granular, sehingga total pendapatan bersih yang diraih dalam sebulannya adalah Rp200,4 juta (Rp60 juta dari briket dan Rp140,4 juta dari granular).

Meski laba yang diperoleh bagi sebagian pihak mungkin dipandang tergolong kecil, Dirut PT BGI itu menilai bahwa bisnis tempurung adalah bisnis masa depan terkait keunggulan bahan baku melimpah.

`Kalau orang Indonesia sudah aware, maka briket bisa jadi energi alternatif yang utama. Khusus arang granular, bahan ini akan makin diserap karena industri yang membutuhkannya makin besar,` tandasnya. Bagaimana, tertarik?
Sumber: Bisnis Indonesia