30 Nov -0001
Harga komoditas tersebut sempat menguat ke posisi tertinggi dalam 8 bulan terakhir pada level US$830 per ton, atau RM2.848 per ton pada Mei 2009 menyusul isu keterbatasan suplai.
Analis PT CIMB Securities Indonesia Ivy Ng Lee Fang mencatat faktor alam masih menjadi salah satu faktor penting di balik kenaikan itu. Khusus di Indonesia, prospek emiten CPO diperkirakan masih kinclong karena lolos dari faktor alam tersebut di tengah kuatnya prospek harga pasar CPO.
Harga CPO sempat melemah ke posisi RM2.000 per ton setelah sempat menguat pada Mei dan kembali menguat sesaat pada pertengahan Agustus ke level RM2.500 per ton.
Sejak itu, harga CPO menyempit di kisaran RM2.000-RM2.400 per ton karena kekhawatiran suplai jangka pendek akan tertutupi prospek kenaikan suplai CPO dan prediksi lonjakan panen kedelai di Amerika Serikat dan Amerika Selatan.
"Kami percaya saham perkebunan akan melampaui target jangka pendek karena prospek harga CPO terlihat cerah untuk semester I/2010. Perusahaan perkebunan Singapura masih menjadi pilihan utama kami, disusul perusahaan Indonesia dan Malaysia," tuturnya dalam laporan riset per 10 November.
Di kawasan regional, CIMB merekomendasikan saham emiten dengan likuiditas kapitalisasi pasar besar, yakni Wilmar, Sime Darby, PT Astra Agro Lestari Tbk, PT London Sumatera Plantation Tbk, Indofood Agri, PT Sampoerna Agro Tbk dan Golden Agri.
Analis riset PT Credit Suisse Securities Indonesia Teddy Oetomo menambahkan kuatnya pemeringkatan ulang pasar Indonesia berpotensi membawa investor melihat katalis negatif jangka pendek, untuk masuk ke saham sektor tersebut.
Dalam tiga triwulan pertama, rerata PER saham CPO Indonesia telah diperingkat ulang sebesar 170%, sejalan dengan pemeringkatan ulang PER indeks Morgan Stanley Capital (MSCI) untuk Indonesia sebesar 176% (dari 5,38 kali menjadi 14,84 kali).
"Dengan produksi CPO Indonesia dalam jalur pemulihan, kami memproyeksikan pasokan CPO secara signifikan akan terlampaui pada triwulan III/2009, yang berujung pada kenaikan risiko inventori," ujarnya dalam laporan riset per 12 Agustus.
Karena itu, lanjutnya, investor kemungkinan mencari saat yang tepat untuk masuk menyusul katalis negatif akibat kenaikan inventori yang termaterialisasi pada triwulan III/2009.
Faktor alam
CIMB mencatat faktor alam menjadi salah satu pendongkrak utama harga CPO, yang berpotensi melambungkan harga CPO menjelang akhir tahun ini, hingga awal tahun depan.
Kekeringan parah di wilayah utama perkebunan kedelai Amerika Selatan membuat produksi substitusi CPO tersebut turun 16%, sedangkan panen CPO di Malaysia dan Indonesia tertekan hujan lebat sehingga membuat harga melambung.
"Optimisme kami dari didukung dari beberapa hal, pertama risiko panen kedelai yang menurun dari AS karena musim hujan yang lebih lebat dari biasanya selama masa panen," ujarnya.
Di luar itu, lanjutnya, faktor pendukung lainnya adalah memburuknya cuaca di beberapa lahan utama perkebunan akibat El Nino, prospek pemulihan ekonomi global, dan suplai CPO yang kemungkinan melemah dari ekspektasi menurunnya pupuk.
Kenaikan penggunaan CPO untuk biofuel menyusul kewajiban biofuel dan kenaikan harga minyak dunia juga berpotensi memicu kenaikan harga CPO dalam jangka menengah.
Seiring dengan kuatnya prospek harga tersebut yakni kenaikan harga CPO untuk 2010-2011, Ivy menaikkan peringkat sektor perkebunan di kawasan Asia dari netral menjadi overweight.
"Risiko kunci yang membayangi target optimistik kami untuk tahun depan adalah suplai minyak sawit yang berlebih, pemulihan ekonomi yang lebih lambat dari ekspektasi, kenaikan pajak impor untuk minyak goreng dari India, dan pelemahan daya beli dari China dan India," ujarnya.
Khusus di Indonesia, CIMB menilai emiten perkebunan Indonesia menarik tidak hanya karena faktor harga, tetapi juga karena kuatnya profil produksi emiten kebun nasional yang kurang terkena dampak kekeringan.
Harga saham tiga emiten perkebunan nasional, yakni Astra Agro, Bakrie Plantation, dan Lonsum dari netral menjadi outperform. Di sisi lain, peringkat outperform untuk PT Sampoerna Agro Tbk dipertahankan.
Harga CPO
Sebelumnya, CIMB memangkas perkiraan harga CPO 2009 sebesar 1% menjadi US$700 per ton. Namun, seiring dengan kenaikan harga minyak mentah dunia ke level US$80 per barel, broker asing tersebut merevisi proyeksi harga komoditas tersebut.
"Kami juga terkejut dengan kuatnya harga minyak mentah yang naik 14% menjadi US$80 per barel. Kami menaikkan proyeksi harga CPO (cif) untuk 2010 sebesar 7% menjadi US$760 per ton, dan untuk 2011 sebesar 18% menjadi US$790 per ton," tutur Ivy.
Di tingkat lokal, harga CPO diperkirakan RM2.240 per ton untuk tahun ini, RM2.380 untuk tahun depan, dan RM2.450 untuk 2011.
Selanjutnya jika El Nino menyebabkan kekeringan di area kebun, harga CPO diproyeksikan berkisar pada level RM2.600 per ton.
Selanjutnya, harga CPO bisa terus menguat akhir tahun ini hingga semester I/2010, menyusul kekhawatiran suplai dan kenaikan permintaan akibat perayaan tahun baru China, pemulihan ekonomi global, panen India yang turun, dan kenaikan mandat biofuel.
"Kami percaya harga CPO berkisar pada level RM2.100-2.300 per ton pada November terkait dengan produksi musiman di Indonesia dan Malaysia. Namun, kekuatan harga mungkin tidak bertahan hingga semester II/2010 jika panen kedelai Amerika Selatan berlimpah," ujarnya.
Berdasarkan asumsi harga CPO yang terus menguat dan perubahan asumsi kurs dolar, CIMB menaikkan proyeksi laba 2010-2011 untuk semua saham sektor perkebunan sebesar 39%.
Sumber : Bisnis
© Inacom. All Rights Reserved.