21 Jul 2005
Pada Juli mendatang
Pertanyaannya, mampukan pelaku industri dan masyarakat pertehan nasional memanfaatkan secara maksimal perhelatan tersebut. Pasalnya, penyelenggaran The Bali-Tea Conference 2005 digelar saat pelaku pertehan nasional nyaris kehabisan nafas karena takmampu lagi bersaing dengan produk sejenis di pasar internasional.
Kinerja ekspor teh nasional dalam
Barangkali kalau mau melihat kilas balik lebih kebelakang lagi, kondisi pertehan nasional saat itu kurang lebih sama dengan
Kontribusi produsen teh ke pasar dunia pada 2003 | |
Negara produsen | Persentase |
Srilanka | 22% |
20% | |
19% | |
12% | |
6% | |
Negara Afrika lainnya | 5% |
4% | |
4% | |
3% | |
Negara Asia lainnya | 2% |
2% | |
Negara lain | 1% |
Kinerja teh | ||
Tahun | Produksi | Ekspor |
1999 | 161.003 | 97.047 |
2000 | 162.587 | 105.581 |
2001 | 166.867 | 99.721 |
2002 | 165.194 | 100.185 |
2003 | 168.053 | 88.176 |
Sumber : ATI
Membandingkan teh dengan kelapa sawit secara apple to apple memang tidaklah benar. Tetapi bukan tidak mungkin hal yang sama dengan teh juga bisa terjadi di kemudian hari pada komoditas lainnya. Atau ketika
Kualitas turun
Teh, komoditas ini memang tidak lagi seindah saat kita memandang barisan bukit-bukit hijau yang dipenuhi oleh tanaman perkebunan tersebut. Pasalnya, produksi dan kualitas teh
Seperti diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Teh Indonesia (ATI), Insyaf Malik. "Kualitas produk teh
Mesir, pasar tradisional teh
Ketua ATI mengakui kalau kualitas produk teh
Dia mencontohkan investasi secara besar-besaran untuk perkebunan teh sempat terjadi di tahun 1985, tetapi setelah itu terus menyusut. Akibatnya, sudah barang tentu, tidak pernah lagi ada proses peremajaan pada tanaman perkebunan itu.
Karena kualitas teh, sangat bergantung pada peremajaan, perawatan dan pemupukan. Bagi perkebunan besar sekelas PT Perkebunan Nusantara atau perkebunan besar swasta, masalah perawatan dan pemupukan mungkin masih bisa dilakukan. Tetapi tidak demikian halnya dengan petani.
Harga turun
Akibat makin rendahnya kualitas teh akhirnya bermuara pada terus menurun harga jual komoditas tersebut di pasar internasional, dan pada gilirannya makin menipisnya margin keuntungan usaha perkebunan teh di Tanah Air. Harga jual teh Indonesia di Jakarta Tea Auction misalnya sekitar 65% di bawah harga lelang di India (Calcutta Tea Auction) dan 70% di Srilanka (Colombo Tea Auction).
Tampaknya sungguh berat memang beban yang dipikul oleh para pelaku pertehan nasional. Mungkinkah perhelatan besar yang digelar di
Padahal perkebunan teh merupakan industri padat karya yang dapat menyerap banyak tenaga kerja dan memberikan sumbangan devisa cukup besar kepada negara. Sementara persoalan lain yang juga turut membelenggu pelaku pertehan nasional adalah pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan kenaikan gaji karyawan.
Oleh : Neneng Herbawati
Kamis,
© Inacom. All Rights Reserved.