Sawit Sumbang Devisa Rp 239 Triliun ke Indonesia
Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkebunan tengah fokus mendorong semua perusahaan sawit untuk mengikuti program sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO). Selama ini kelapa sawit menyumbang sumber devisa mencapai Rp 239,4 triliun.
Salah satu upayanya, Direktorat Jenderal Perkebunan menggelar kegiatan penyerahan sertifikat ISPO dan workshop penguatan ISPO di Auditorium Kantor Pusat Kementan, Jakarta, Selasa (29/8/2017).
“Dari Rp 11,9 juta hektare lahan sawit di Indonesia, baru 16,7 persen yang sudah bersertifikat ISPO. Capaian kita baru 14 persen untuk ISPO. Setelah penyerahan sertifikasi hari ini jadi 16,7 persen. Salahnya bukan di sekretariat, tetapi karena persyaratan yang memang harus banyak dipenuhi. Kita targetnya harus ISPO semua. Jika sudah ISPO, saya kira tidak ada yang mengatakan bahwa sawit kita tidak baik. Pasar luar negeri pun bisa menghargai produk sawit kita,” ujar Dirjen Perkebunan Kementan Bambang.
Bambang mengatakan, kegiatan ini untuk meningkatkan komitmen seluruh stakeholder perkelapasawitan nasional guna mendukung program sertifikasi ISPO dan penguatan pengembangan kelapa sawit berkelanjutan. Ini menjadikan ISPO lebih acceptable di dalam negeri maupun di pasar internasional.
Sertifikasi ISPO wajib dilakukan agar minyak sawit Indonesia dapat diterima dan memiliki posisi tawar yang tinggi di pasar ekspor, serta pengelolaan perkebunan sawit Indonesia dapat dilakukan secara berkelanjutan.
Menurutnya, penerapan ISPO juga sebagai langkah Indonesia menghadapi tudingan-tudingan negatif yang dialamatkan kepada sawit Indonesia. Isu tersebut yakni dari perusakan hutan hingga pelanggaran hak asasi manusia.
“Karena itu, saya mengimbau kepada para pelaku usaha dan Sekretariat ISPO untuk terus melakukan percepatan sehingga sertifikasi ISPO dipercepat. Untuk percepatan, kita terus membuka diri kepada perusahaan yang ingin memberikan pengabdian terhadap wacana sertifikasi,” dia menegaskan.
Percepatan penerapan sertifikasi ISPO sangat penting. Hal ini mengingat hingga saat ini, kelapa sawit masih menjadi komoditas emas perkebunan. Kelapa sawit sebagai sumber devisa juga memberikan kontribusi yang sangat besar untuk pembangunan nasional.
“Faktanya, kelapa sawit juga sebagai penyedia lapangan kerja cukup banyak dan penyedia bahan pangan seperti minyak goreng, mentega dan shortening. Kemudian sebagai bahan baku energi nabati, sebagai pendorong pengembangan wilayah dan menjamin keseimbangan pelestarian lingkungan,” jelas dia.
Sumber : bisnis.liputan6.com
---------------------------------
Perkuat Posisi Tawar dengan ISPO
Baru 16,7 Persen Perusahaan Sawit Tersertifikasi
JAKARTA – Pemerintah mengapresiasi andil perkebunan kelapa sawit terhadap pendapatan negara. Sayangnya, tren positif itu belum diikuti kesungguhan dalam memenuhi program sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO).
Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkebunan mencatat, perkebunan kelapa sawit memiliki potensi sumber devisa hingga Rp 239,4 triliun. Karenanya, implementasi dari program sertifikasi pun dianggap penting agar kinerja sektor ini kian maksimal.
Dirjen Perkebunan Kementan, Bambang mengatakan, pihaknya terus berupaya meningkatkan komitmen seluruh stakeholder perkelapasawitan nasional dalam mendukung ISPO. Langkah ini juga menjadi media penguatan pengembangan kelapa sawit berkelanjutan, dan membuat produk lebih acceptable, baik di dalam negeri maupun di pasar internasional.
Sertifikasi ISPO wajib dilakukan agar minyak sawit Indonesia bisa diterima dan memiliki posisi tawar yang tinggi di pasar ekspor, serta pengelolaan perkebunan sawit Indonesia bisa dilakukan secara berkelanjutan. “Dari 11,9 juta hektare lahan sawit di Indonesia, baru 16,7 persen saja yang sudah bersertifikat ISPO. Capaian kami baru 14 persen untuk ISPO. Kita targetnya harus ISPO semua. Jika sudah ISPO, saya kira tidak ada yang mengatakan bahwa sawit kita tidak baik. Pasar luar negeri pun bisa menghargai,” kata Bambang di Auditorium Kantor Pusat Kementan, Jakarta, Selasa (29/8) kemarin.
Menurutnya, penerapan ISPO juga sebagai langkah Indonesia menghadapi tudingan-tudingan negatif yang dialamatkan kepada sawit Indonesia. Isu tersebut, yakni dari perusakan hutan hingga pelanggaran hak asasi manusia.
“Karena itu, saya mengimbau kepada para pelaku usaha dan Sekretariat ISPO untuk terus melakukan percepatan sehingga sertifikasi ISPO dipercepat. Untuk percepatan kita terus membuka diri kepada perusahaan yang ingin memberikan pengabdian terhadap wacana sertifikasi,” tegasnya.
Bambang menegaskan percepatan penerapan sertifikasi ISPO sangat penting. Hal ini mengingat hingga saat ini kelapa sawit masih menjadi komoditas emas perkebunan. Kelapa sawit sebagai sumber devisa juga memberikan kontribusi yang sangat besar untuk pembangunan nasional.
“Faktanya, kelapa sawit juga sebagai penyedia lapangan kerja cukup banyak dan penyedia bahan pangan seperti minyak goreng, mentega dan shortening. Kemudian sebagai bahan baku energi nabati, sebagai pendorong pengembangan wilayah dan menjamin keseimbangan pelestarian lingkungan,” kata dia.
Karena itu, untuk menjamin dan meningkatkan produksi kelapa sawit, Bambang menyebutkan Kementan saat ini tengah fokus juga memperbaiki kebun kelapa sawit rakyat yang luas totalnya 20.780 ha, yakni melalui program replanting. Pelaksanaan replanting perdana akan dilakukan di awal September 2017 ini.
“Replanting ini kami harapkan benar-benar memperbaiki kelapa sawit rakyat. Saya mohon dukungan pelaku industri kelapa sawit sekiranya alokasi dan khususnya untuk replanting melalui BPDP Sawit agar petani sawit mengawal petani di sekitarnya supaya bisa melaksanakan replanting secara swadaya sehingga benar-benar memberikan kesejahteraan untuk teman-teman petani,” tandasnya. (jpnn/man/k15)
Sumber : jpnn.com