05 May 2006
Dua proyek pabrik gula Apegti dan PT Barata Indonesia mendapatkan pendanaan berupa kredit ekspor dari Ceko dan Jerman.
Kedua proyek PG yang mendapat kepastian pembiayaan tersebut, menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (Apegti) Natsir Mansyur, berlokasi di Jabar dan Sulsel. Kedua PG tadi dirancang dibangun dengan total investasi US$30 juta.
"Dengan adanya kredit ekspor, maka pembangunan PG di Jabar dan Sulsel sepenuhnya menggunakan fasilitas pembiayaan tersebut," ujarnya, kemarin.
Dia menjelaskan KE dari Chekoslovakia dan Jerman untuk dua proyek PG diberikan kepada PT Barata selaku BUMN. Setelah pendanaan tersebut terpakai, katanya, maka Apegti nantinya membayar kepada Barata.
Natsir mengakui dari rencana pendirian sembilan PG yang dilakukan Apegti bersama PT Barata dan pemda, proyek PG di Jabar dan Sulsel yang paling siap.
"Kesiapan tersebut dimungkinkan karena Pemda Jabar dan Sulsel serius menyediakan lahan proyek. Dalam kerja sama ini, Apegti bertugas menyiapkan pendirian perusahaan dan pendanaan, sedangkan Barata menyiapkan permesinan pabrik," tuturnya.
Meskipun baru dua lokasi yang siap, Natsir menyebutkan sosialisasi pendirian sembilan PG gencar dilakukan hingga akhir tahun ini. "Kami berharap awal tahun depan sedikitnya dua hingga tiga PG sudah bisa dibangun."
Sembilan proyek PG kerja sama Apegti, Barata dan pemda tersebut dirancang berkapasitas masing-masing 2.000 tons cane day (tcd) atau 50.000 ton per tahun. Pendirian seluruh PG akan memanfaatkan kandungan lokal hingga 60%.
Secara terpisah, Dirut PT Barata Harsusanto menyebutkan pembangunan PG yang digarap secara konsorsium itu merupakan upaya untuk mencapai swasembada gula pada 2009-yang dicanangkan sejak pemerintahan Megawati Soekarnoputri.
Konsumsi gula
Target pemerintah untuk melakukan swasembada gula, menurut dia, hanya bisa tercapai jika ada percepatan pembangunan PG. Sedangkan selama ini belum pernah terdengar ada pembangunan PG baru.
"Yang ada hanya sebatas tambal sulam atau revitalisasi. Namun, ini pun dinilai tidak cukup signifikan untuk menambah kapasitas produksi," tuturnya.
Harsusanto berharap terealisasinya pendirian delapan PG yang tersebar di berbagai daerah itu mampu memenuhi kebutuhan konsumsi gula provinsi yang rata-rata mencapai 50.000 ton per tahun.
Ketua Apegti menjamin pendirian delapan PG tadi akan efisien. Sebab, katanya, sejak awal masing-masing PG dirancang bisa mengolah tebu menjadi gula putih selama enam bulan. Kemudian dalam lima bulan berikutnya PG tadi akan mengolah raw sugar menjadi gula putih. "Dengan demikian pengoperasian kedua PG tadi tak mengenal istilah mubazir."
Apegti, menurut Natsir, terpanggil memfasilitasi pendirian PG di luar Jawa, sebab sejauh ini BUMN pergulaan (PT Perkebunan Nusantara I-XIV) hanya mengkonsentrasikan pembangunan PG di Jawa. Kondisi tersebut, katanya, membuat kebutuhan gula daerah lain sangat bergantung pasokan dari Jawa.
"Kalau PG bisa dibangun secara merata di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua, maka harga gula bukan saja bisa lebih murah karena tidak membutuhkan biaya distribusi yang besar. Tapi juga dapat membuka lapangan pekerjaan di daerah, khsusunya di bidang pertanian tebu," tandasnya.
© Inacom. All Rights Reserved.