Berita Terbaru

18 Jul 2006

Tekanan terhadap valuta Asia tak terbendung Harga minyak mentah kembali naik

Tekanan terhadap valuta Asia tak terbendung Harga minyak mentah kembali naik
Harga minyak mentah kembali naik di New York di tengah meluasnya aksi kekerasan di Timur Tengah. Kondisi ini diperkirakan dapat mengganggu pasokan komoditas dari kawasan yang menyumbang 30% dari total kebutuhan minyak global itu.

Sementara itu, tekanan agresi Israel itu terhadap valuta Asia tidak terbendung. Volatilitas nilai tukar di kawasan ini kian liar sejak awal pekan.

 

"Kondisi pasar saat ini tak lagi dipengaruhi faktor fundamental melainkan faktor nonfundamental seperti kondisi perang ini. Soalnya, kalau dilihat pasokan minyak global, saat ini masih mencukupi," kata Gubernur Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) untuk Indonesia Maezar Rahman kepada Bisnis kemarin.

 

Dia menyebutkan tak ada sentimen positif yang dapat menahan kenaikan harga komoditas tersebut. Menurut dia, pasar akan tenang kalau distribusi minyak dari kawasan Timur Tengah itu berjalan lancar.

 

Sedangkan Andrew Harrington, analis industri Australia & New Zealand Banking Group Ltd, Sydney, seperti dikutip dari Bloomberg, mengatakan kondisi pasar akan menjadi lebih buruk, jika kampanye perang terus berlangsung.

 

"Jika jumlah negara yang terlibat dalam peristiwa itu bertambah, Israel akan terus terlibat perang. Hal itu akan menimbulkan reaksi terhadap pemasok-pemasok besar minyak di Timur Tengah," kata dia.

 

Harga minyak untuk pengiriman Agustus di New York Mercantile Exchange kembali mencatat rekor baru. Harga minyak ini naik US$0,71 atau 0,9% menjadi US$77,74 per barel.

 

Harga minyak pada tahun ini telah mengalami peningkatan hingga 35% dan naik sebesar 5,2% dalam lima hari terakhir, pergerakan terbesar dalam tiga bulan terakhir.

 

Sedangkan minyak jenis Brent untuk pengiriman September di ICE Futures Exchange London naik ke posisi US$77,95 per barel.

 

Terkait nilai tukar, dari regional dilaporkan kenaikan harga minyak itu telah menekan sejumlah valuta Asia. Kenaikan harga minyak telah memicu pembelian dolar AS dalam jumlah besar.

 

Agresi militer Israel di Lebanon itu telah menyebabkan investor global mulai meninggalkan pasar financial dan pasar saham di kawasan regional.

 

Ekonom Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan menilai harapan untuk pulihnya kondisi keamanan di Timur Tengah tergantung kepada kemampuan AS menghentikan serangan Israel ke Lebanon.

 

"Mestinya AS berbicara dengan Israel dan menerangkan dampak dari serangan ini. Kalau perang ini tidak dihentikan sulit dibayangkan dampaknya karena dua belah pihak sama-sama nekad," ujarnya kemarin.

 

Sean Callow, strategis valuta Westpac Banking Corp di Singapura menyebutkan, naiknya harga minyak telah memicu pembelian dolar AS di kawasan regional.

 

Nilai tukar peso Filipina diketahui melemah 0,6% menjadi 52,75, baht Thailand melemah 0,4% menjadi 38,15, dan dolar Singapura melemah 0,5% menjadi 1,59 per dolar AS. Ringgit Malaysia juga melemah 0,5% menjadi 3,68 dan dolar Taiwan melemah 0,5% jadi 32,86 per dolar AS.

 

Sedangkan terhadap mata uang Jepang, dolar AS menguat menjadi 116,82 yen dari posisi sebelumnya 116,12 dan menjadi US$1,25 per euro dari level sebelumnya US$1,26, posisi tertinggi sejak 29 Juni.

 

Pemicu konflik

 

Menyinggung memanasnya tensi geopolitik di Timur Tengah, kaum Hizbullah yang didukung Iran dituding menjadi pemicu konflik. Kaum Hizbullah ini disebutkan melakukan penculikan terhadap dua tentara Israel di daerah perbatasan Israel.

 

Israel diketahui telah memperpanjang jangka waktu penyerangan ke daerah target perang Lebanon, setelah kaum Hizbullah menembakkan roket ke Haifa, kota terbesar ketika di negara itu.

 

Kelompok negara maju yang tergabung dalam G-8 menginginkan konflik di kawasan itu segera berakhir.

 

Dalam pertemuan tersebut, kelompok G-8 menamakan kelompok Hizbullah dan Hamas sebagai aksi yang ekstrimis. Mereka menyalahkan kelompok Hizbullah dan Hamas sebagai dalang agresi militer di Lebanon itu.

 

Kelompok negara maju berencana memberikan hukuman terhadap aksi kekerasan di Lebanon. Rencana sanksi itu akan ditetapkan setelah pertemuan tahunan anggota G-8 di St. Petersburg dalam waktu dekat.

 

Kelompok G-8 juga menyerukan beberapa hal seperti mengharapkan negara yang bertikai agar segera menghentikan perang, meminta Lebanon mengembalikan tahanan ke Israel, dan memita negara Zionis ini menghentikan serangan ke Lebanon dan Jalur Gaza. (munir.haikal@bisnis. co.id/adhitya@bisnis.co.id)

 

Sumber: Bisnis Indonesia

Logo KPBN

Contact Us

Jl. Cut Meutia NO. 11, RT. 13, RW. 05, Cikini, Menteng, Kota Jakarta Pusat, DKI Jakarta. Kode Pos. 10330

(021)3106685, (021)3907554 (Hunting)

humas@inacom.co.id

PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara

Social Media

© Inacom. All Rights Reserved.