01 Aug 2006
Staf Dosen Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana Kupang, Ir Petrus Kleden Msi, di Kupang Senin (31/7), mengatakan, gebrakan pemerintah mendorong masyarakat menanam jarak (Jatropha curcas L) dalam jumlah besar patut dipertanyakan. Uji coba kebijakan untuk mengatasi lahan kering di NTT telah membingungkan dan membebani masyarakat.
"Kini di beberapa kabupaten di NTT, seperti Sumba Timur dan Sumba Barat, pemda setempat begitu antusias dan mempromosikan diri sebagai sentral produksi jarak terbesar di dunia," ujarnya.
"Mereka begitu gencar bicara mengenai jatropha dan mendorong masyarakat agar menanamnya dalam jumlah besar. Namun ketika masyarakat menanyakan soal harga dan pemasaran, mereka tidak mau menjawab dan kembali menegaskan, kalian tanam dulu dalam jumlah besar," kata Kleden menirukan pertemuan pekan lalu di Sumba.
Selalu menjadi korban
Dalam setiap kebijakan penghijauan dan budidaya tanaman tertentu di NTT, lanjut Kleden, masyarakat selalu didorong untuk merealisasikan program. Akhirnya, masyarakat menjadi korban.
Menurut dia, jika jatropha itu masih sebatas uji coba, cukup dibudidayakan di lingkungan dinas perkebunan atau kehutanan sebagai percontohan. Jika berhasil, masyarakat dikerahkan untuk menanam. Namun, mereka perlu diberi penyuluhan dan modal.
Kleden pesimistis jatropha akan mampu menjawab persoalan lahan kering dan rawan pangan di NTT.
Menurut dia, jika jatropha benar-benar bisa menjadi biodiesel andalan, mengapa AS dan Jepang yang sudah puluhan tahun melakukan penelitian terhadap jatropha tidak menerapkan jenis biodiesel ini. Kedua neara tersebut kini mengembangkan biodiesel dari minyak sawit dan bunga matahari. Sementara, Indonesia malahan mau menggunakan jatropha.
© Inacom. All Rights Reserved.