Pemeriksaan Ekspor Ketat, Pengusaha CPO Mengeluh
24 October 2014JAKARTA - Produsen produk hilir minyak sawit mentah crude palm oil (CPO) mengeluh. Sejak diterapkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 145/PMK.04/2014 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.04/2007 Tentang Ketentuan Kepabeanan di Bidang Ekspor, kinerja ekspor produk hilir CPO menjadi terhambat.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan, poin yang memberatkan pengusaha dalam PMK tersebut ada di pasal 8 yakni terhadap barang ekspor dapat dilakukan pemeriksaan fisik. Sejak kebijakan tersebut efektif berlaku pada September 2014, pemeriksaan fisik produk hilir CPO yang akan di ekspor menjadi lebih ketat. Pemeriksanaan ekspor yang terlalu ketat, menurutnya membuat pengusaha rugi.
Dia mencontohnya, salah satu anggotanya mengalami penurunan volume ekspor cukup signifikan. `Setelah dilakukan pemeriksanaan fisik, ekspor mereka menurun hingga 60%,` ujar Sahat tanpa merinci, Kamis (23/10). Anggota GIMNI yang terhambat kebijakan ini mencapai 6 perusahaan.
Sejak 14 September 2014, semua produk hilir CPO yang terkena bea keluar (BK) secara otomatis akan masuk ke jalur merah. Produk yang akan diekspor harus melalui pemeriksaan fisik mulai dari pabrik hingga pengapalan. Catatan saja pemeriksaan fisik tersebut berlaku untuk produk kemasan maupun curah.
Berbeda dengan kebijakan sebelumnya, dalam PMK yang baru ini pemeriksaan fisik dilakukan kepada seluruh item produk. Padahal kebijakan sebelumnya hanya memberlakukan sistem sample saja. Sementara itu untuk produk curah pemeriksaan produk dilakukan petugas bea cukai di kapal.
Sahat sendiri tidak setuju bila pemeriksaan produk curah dilakukan di dalam kepal. Sebab produk yang masuk tersebut sudah bercampur dengan produk yang dihasilkan oleh perusahaan lain. `Kalau kapal pengangkut yang datang berkapasitas 30.000 ton-40.000 ton banyak berasal dari minyak orang lain. Tidak mungkin berasal dari satu pelabuhan,` kata Sahat.
Sahat menambahkan, kendala yang dihadapi oleh kalangan pengusaha terkait dengan kebijakan ini adalah fleksibilitas dalam perdagangannya. Selain kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM), waktu pelaksanaan pemeriksanaan juga terbatas.
Dengan kebijakan ini, pelaksanaan pemeriksanaan produk hanya terikat pada jam kerja yakni sekitar jam 4 sore. Padahal, perusahaan-perusahaan besar mampu bekerja selama 24 jam tanpa henti untuk mengejar target produksi.
Sumber : http://industri.kontan.co.id/news/pemeriksaan-ekspor-ketat-pengusaha-cpo-ngaku-rugi/?utm_source=twitterfeed&utm_medium=twitter+++++++++++++