Berita Terbaru

19 Jun 2006

Industri minyak kopra Indonesia terpuruk

Industri minyak kopra Indonesia terpuruk
Industri minyak kelapa rakyat berbasis kelapa (kopra) mengalami tekanan. Puluhan ribu perusahaan kopra yang beroperasi terancam terpuruk, bahkan sebagian besar diperkirakan sudah gulung tikar akibat harga anjlok.

Direktur Utama PT Lilingga Lo Bongo Lestari Iwan R. Niode menyatakan sejak 2004 hingga sekarang, harga kopra di tingkat produsen turun menjadi antara Rp2.300 per kg-Rp2.600 per kg dari Rp3.300 per kg-Rp3.700 per kg pada tahun-tahun sebelumnya. Kondisi tersebut, lanjutnya, membuat pelaku industri kopra rakyat sekarat.

 

Menurut Iwan, harga itu berlaku hanya di daerah-daerah sekitar Sulawesi karena di sana terdapat pabrik minyak goreng yang cukup besar, yakni PT Bimoli.

 

Tetapi, lanjutnya, di Maluku, Flores, Aceh, dan Sumatra harga kopra berada di bawah standar. Hal tersebut disebabkan tidak adanya regulasi yang dibuat oleh pemerintah untuk mengangkat harga kopra di pasaran.

 

"Industri minyak goreng berbasis kelapa mulai tergusur. Hampir 100% kopra rakyat gulung tikar. Ada juga yang bertahan. Namun, paling hanya tiga tahun sampai empat tahun," katanya kepada Bisnis di Jakarta kemarin.

 

Menurut dia, harga kopra di pasaran domestik cenderung dikendalikan oleh pemain-pemain besar. Dia mengungkapkan telah terjadi konglomerasi perusahaan-perusahaan tersebut dalam menentukan harga kopra di tingkat industri kecil.

 

"Semua kelapa sudah pakai sistem ijon. Ada monopoli yang mendorong jatuhnya industri minyak kelapa rakyat," katanya.

 

Iwan mengatakan dengan kondisi tersebut, perusahaannya kini lebih memfokuskan untuk menjual produk turunan lain dari kelapa, seperti briket arang batok. Dia mengatakan 30 pembeli asal Arab Saudi, Australia, dan Eropa meminta lebih dari 20 kontainer per bulan briket batok kelapa.

 

"Harganya mencapai US$900 per ton. Satu kontainer saya isi 15 ton. Ini lebih menguntungkan ketimbang kopra," ujarnya.

 

Terkait pasar kopra, dia menjelaskan, China merupakan importir kopra asal Indonesia terbesar, yakni 27,91%, disusul Amerika Serikat 12,84%, Hong Kong 10,75%, Arab Saudi 3,65%, Belanda 3,64%, Jerman 3,29%, dan negara lainnya di bawah 3%. Total ekspor kopra Indonesia tahun lalu sekitar 1,2 juta ton dan devisa yang diperoleh sekitar US$530 juta atau naik 24,12% dari nilai ekspor sebelumnya.

 

Sekretaris Jendral Forum Komunikasi Perkelapaan Indonesia (Fokpi) Donatus Gede Sabon menyatakan untuk tetap mendongkrak industri kelapa nasional, perlu adanya usaha diversifikasi produk dari yang semula hanya dijual dalam bentuk minyak goreng diubah menjadi briket arang kelapa, virgin coconut oil (VCO), atau sabut.

 

Menurut dia, rontoknya industri kopra rakyat diakibatkan nilai ekonomis usaha tersebut sangat kecil. Di samping itu harga jual kopra anjlok, sehingga keuntungan yang didapatkan pelaku usahanya rendah.

 

"Bayangkan saja untuk menghasilkan 1 kg kopra itu ekuivalen dengan enam butir kelapa. Kalau harga kopra cuma Rp2.600 per kg, dibagi dengan enam butir, jadi per butir hanya dihargai Rp400 butir. Nilai ekonomisnya rendah," katanya.

 

Sumber: Bisnis Indonesia

Logo KPBN

Contact Us

Jl. Cut Meutia NO. 11, RT. 13, RW. 05, Cikini, Menteng, Kota Jakarta Pusat, DKI Jakarta. Kode Pos. 10330

(021)3106685, (021)3907554 (Hunting)

humas@inacom.co.id

PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara

Social Media

© Inacom. All Rights Reserved.