Berita Terbaru

05 May 2006

Raja sawit, antara mimpi dan kenyataan

Raja sawit, antara mimpi dan kenyataan
Produksi crude palm oil (minyak kelapa sawit) Indonesia telah melampaui Malaysia. Ekspor, juga begitu. Bahkan sejumlah negara, yang menjadi pasar tetap CPO Malaysia -seperti India dan China-akhirnya diambil alih Indonesia.

Malaysia, dulu memiliki program pembiakan dan pemilihan sawit melalui Jawatan Pertanian sejak 1912, Institut Penyelidikan dan Pembangunan Pertanian Malaysia (Malaysian Agriculture Research Development Institute/MARDI) mulai 1969, Institut Penyelidikan Minyak Sawit Malaysia (PORIM) pada 1979 dan Lembaga Minyak Sawit Malaysia (MPOB) sejak 2000.

 

Kini, Indonesia pun sudah memiliki lembaga yang setara itu. Satu diantaranya melalui Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), IPB dan Indonesian Palm Oil Board (IPOB).

 

Menteri Pertanian Anton Apriyantono, kini bisa tersenyum. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Yusuf Kalla apalagi. Bersama kita bisa, mulai membuahkan hasil.

 

Seluruh birokrat di pemerintahan, pun membusungkan dada. Clean goverment tercipta. Urusan administrasi ekspor CPO, misalnya, dipercepat dan murah. Di jalan raya, keistimewaan truk pengangkut CPO menuju ke pelabuhan, lancar.

 

Kebutuhan minyak sawit dunia yang meningkat 2,5 juta ton per tahun, bukan hanya potensi pasar. Tapi telah disikat habis oleh Indonesia. "Kita kini sudah menguasai 80% dari seluruh produksi sawit dunia," ujar Ketua Harian Gapki Derom Bangun.

 

Sebelumnya, hanya 40% karena 60% di antaranya dipegang Malaysia.

 

Buktinya, Amerika Serikat, pun telah meminta tambahan pesanan sekitar 1 juta ton CPO asal Indonesia. Sejumlah negara di Eropa, seperti Jerman dan Inggris, juga tak kalah dari AS.

 

Angka ekspor ke AS itu, jauh dari angka ekspor sebelumnya. Menurut data 2004, ekspor CPO Indonesia ke AS tercatat 42.000 ton dan PKO [palm kernel oil] 47.000 ton, sedangkan tahun lalu impor CPO AS dari Indonesia hanya 20.190 ton.

 

Penurunan itu, konon, akibat sebagian besar perusahaan industri makanan di AS mengalihkan pembelian ke Malaysia serta minyak kelapa dari Filipina.

 

Kenaikan itu dipicu oleh program biodisel, yang membutuhkan banyak bahan baku dan harus diimpor dari Indonesia. Biodiesel sudah banyak digunakan pada motor diesel tanpa modifikasi di AS. Campuran yang banyak dipakai adalah 20% methil ester ME: 80% solar, dan 35% ME : 65% solar. Biodiesel murni (100%) sudah pula digunakan sejak 1994, dengan mesin yang sedikit dimodifikasi atau tanpa modifikasi. Penggunaan 100% ME dapat menurunkan emisi gas asap sampai 50%, tetapi tidak disarankan, karena dapat merusak dan menyumbat saluran bahan bakar.

 

Kini, luas lahan perkebunan sawit, bukan lagi 5,4 juta hektare, tapi dua kali lipat (11 juta hektare). Bahkan kini, jika dulu selain Malaysia dan Indonesia, sepuluh negara produsen CPO yang produksi terus mengalami pertumbuhan seperti Nigeria, Kolombia, Thailand, Papua Nugini, Ekuador, Kosta Rika, Honduras, Brasil, Venezuela, dan Guatemala, kini tinggal Indonesia.

 

Bahkan, ketika dari sejumlah negara produsen CPO itu, hanya lima negara yang menjadi eksportir CPO-Malaysia, Indonesia, Papua Nugini, Pantai Gading, Kolombia-kini tinggal Indonesia. Wow...

 

Makin kuatnya Indonesia dari Malaysia sebagai produsen utama CPO di dunia ditandai dengan meningkatnya operating profit before interest & tax (OPBIT) perusahaan-perusahaan CPO Indonesia dan besarnya produksi perkebunan sawit.

 

Kini, perusahaan perkebunan sawit RI meruntuhkan kejayaan perusahaan-perusahaan Malaysia seperti IOI Corporation Berhad dan Asiatic Development Berhad, yang memiliki batas margin OPBIT sekitar 44%-48%. Termasuk perusahaan-perusahaan lokal yang memiliki OPBIT kurang dari 30%. Misalnya, Golden Hope Plantation Berhad memiliki OPBIT sebesar 28%, Guthrie 21%, Kuala Lumpur Kepong Berhad 23%, Sime Darby 20%, dan IJM Plantation Berhad 28%.

 

Ini karena pemerintah Indonesia meniru gaya Malaysia yang tiada henti menggenjot ekspor CPO sejak 2000. Pemerintah melakukan apa yang dilakukan Menteri Perindustrian Dasar Malaysia, Lim Keng Yaik, yang mengeluarkan kebijakan untuk memberikan izin ekspor 500.000 ton CPO tanpa dikenai biaya alias bebas pajak.

 

Jika di Malaysia izin itu diberikan kepada eksportir di kawasan timur Malaysia, yaitu Sabah dan Serawak, di Indonesia untuk eksportir di Kalimantan dan Sumatra. Insentif itu membantu meningkatkan tren produksi bulanan CPO Indonesia. Belum termasuk kegiatan penelitian, penetrasi pasar yang progresif oleh Gapki dan Depdag.

 

Ternyata mimpi

 

Sayang, itu ternyata hanya mimpi saya. Kini, kondisinya jauh dari mimpi itu. Apalagi pemerintah daerah, yang menjadi sentra perkebunan kelapa sawit, pada akhir-akhir ini berlomba-lomba membuat perda untuk mendapatkan dana tambahan dari sektor perkebunan, seperti Perda No. 10/2002 di Sumsel yang memungut Rp5 per kg untuk tandan buah segar (TBS).

 

Bukan itu saja. "Saat ini masih ada sekitar 4.000 peraturan daerah (perda), terutama di kabupaten/kota yang tidak mendukung iklim investasi di Tanah Air," ujar Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) Taufiq Effendi.

 

Begitu pun kata Direktur Eksekutif KPPOD Agung Pambudhi, dari 1.600 peraturan daerah (perda) yang diteliti Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), sebanyak 500 atau 31% diusulkan untuk dicabut karena masih menghambat masuknya investasi di daerah dan menimbulkan ketidakpastian hukum.

 

"Kami menganalisis 1.600-an perda dan 31% direkomendasikan untuk dicabut karena secara prinsip dan substansial, isinya dapat menghambat investasi di daerah," katanya.

 

Padahal, dari hasil Pengkajian Peraturan Daerah yang dilakukan terhadap 1.528 perda yang a.l. meliputi sektor energi dan sumber daya mineral, sektor pertanian dan peternakan, sektor perdagangan dan industri, sektor kehutanan dan perkebunan, direkomendasikan 206 perda oleh Menteri Keuangan kepada Menteri Dalam Negeri untuk dibatalkan. Ah...Tanyakan, kenapa?

 

 

Sumber: Bisnis Indonesia

Logo KPBN

Contact Us

Jl. Cut Meutia NO. 11, RT. 13, RW. 05, Cikini, Menteng, Kota Jakarta Pusat, DKI Jakarta. Kode Pos. 10330

(021)3106685, (021)3907554 (Hunting)

humas@inacom.co.id

PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara

Social Media

© Inacom. All Rights Reserved.