17 Jul 2006
"Sekarang ini banyak pohon-pohon sawit yang sudah tua, yang sudah saatnya untuk ditebang dan diganti dengan tanaman baru. Misalnya dari program Perusahaan Inti
Rakyat (PIR) yang dimulai tahun 1980-an," jelas Ketua Pelaksana Harian Minyak Sawit
Indonesia Rosdiana Suharto di Bah Lias Research Station (BLRS) di Simalungun, Sumatera Utara (Sumut) Minggu (16/7/2006).
Rosdiana yang datang bersama rombongan dari Malaysia untuk melakukan peninjauan ke BLRS yang merupakan pusat riset milik PT PP London Sumatera (Lonsum) tersebut, menyatakan, saat ini kisaran produksi CPO Indonesia sekitar 14,6 juta ton per tahun, dan diperkirakan akan meningkat hingga 15 juta ton per tahun pada tahun 2008 nanti.
Namun seiring dengan semakin tuanya pohon-pohon sawit yang umumnya dapat berproduksi secara maksimal antara 25 hingga 30 tahun, maka akan banyak lahan yang tidak berproduksi. Sementara menunggu masa panen setelah penanaman kembali, bisa mencapai waktu empat tahun.
"Masa menunggu antara penebangan, penanaman kembali dan panen pertama itulah yang menjadi masa penurunan produksi CPO dari kebun-kebun sawit di Indonesia. Setelah itu, akan normal kembali, malahan dapat lebih tinggi, melampaui Malaysia," yakin Rosdiana.
Potensi meningkatnya produk CPO itu, menurutnya tidak terlepas dari bertambahnya areal tanaman, serta semakin bermutunya bibit sawit yang diproduksi beberapa perusahaan, termasuk yang bersumber dari BLRS PT Lonsum.
Rosdiana menambahkan, kedatangan para pengusaha dan kalangan pemerintah Malaysia pada kesempatan kali ini, justru menjadi momen tepat untuk menunjukkan bagaimana Indonesia mengelola perkebunan sawit. Hal ini juga untuk menepis beragam isu miring tentang perkebunan di Indonesia yang sering dianggap tidak ramah lingkungan dan banyak isu lainnya.
"Mereka bisa menilai sendiri. Isu-isu itu tidak benar sama sekali," tegas Rosdiana.
© Inacom. All Rights Reserved.