Berita Terbaru

25 Jul 2006

Produksi Kopi Anjlok Harga Membaik Jadi Rp 8.500/Kg

Produksi Kopi Anjlok Harga Membaik Jadi Rp 8.500/Kg
Harga biji kopi kering di Kota Pagaralam dan Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, membaik sejak Mei hingga pertengahan Juli ini, yaitu sekitar Rp 8.500 per kilogram. Namun, saat ini produksi kopi rakyat di dua kawasan itu merosot hingga lebih dari 50 persen akibat kurang pemeliharaan.

Berdasarkan pemantauan, Minggu (23/7), kondisi sebagian besar kebun kopi di Pagaralam dan Lahat masih memprihatinkan. Ratusan hektar kebun kopi rakyat di kawasan Pegunungan Bukit Barisan atau di kaki Gunung Dempo jarang yang dipelihara dengan baik. Semak belukar dan rerumputan liar menyesaki kebun kopi.

 

Tanaman kopi yang tak terurus menjadi kurus, daunnya menguning, dan dahannya tumbuh menjalar sembarangan. Banyak pohon pengayom justru tumbuh lebih subur daripada tanaman kopi. Sebagian kopi masih berbuah pada akhir musim panen tahun ini, tetapi buanya kecil-kecil. Bahkan beberapa pohon kopi yang merana akhirnya mengering dan mati.

 

Kondisi yang memprihatinkan itu mengakibatkan produktivitas kopi turun. Jika dipelihara dengan baik, satu batang tanaman kopi muda bisa menghasilkan satu kilogram (kg) buah kering. Satu batang tanaman yang agak tua masih bisa satu kilogram buah kering. Akan tetapi, setiap batang tanaman kopi petani saat ini rata-rata hanya menghasilkan setengah kg kopi kering.

 

"Biaya pemeliharaan sudah tak seimbang lagi dengan hasil. Biaya memelihara kopi satu tahun bisa Rp 2 jutaan, mencakup biaya membeli pupuk, angkut kopi, upah pemetik, dan membeli pestisida. Tapi, hasilnya sering hanya ratusan ribu rupiah saja. Jadi, kebun kopi saya biarkan jadi semak belukar," kata Abdul Muin (71), petani asal Kelurahan Agung Lawangan, Kecamatan Dempo Utara, Pagaralam.

 

Penghasilan menurun

 

Dengan hasil kopi sedikit, penghasilan petani juga menurun. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, pera petani terpaksa bekerja sambilan dengan penghasilan Rp 10.000-Rp 20.000 sehari. Para petani kopi juga bekerja jadi buruh penyadap karet, mencari buah durian dan kemiri, menambang pasir, atau menanam sayuran.

 

"Kalau hanya mengandalkan kopi, kami tak bisa hidup. Saya bekerja apa saja untuk menafkahi istri dan anak," kata Safei (45), petani kopi asal Desa Ujung Alih, Kecamatan Tebing Tinggi, Lahat.

 

Sebenarnya petani sadar, tanaman kopi tua yang berusia lebih dari 20 tahun hingga 30 tahun harus diganti dengan tanaman baru. Namun, biaya peremajaan kopi terlalu berat bagi mereka. Petani harus mengeluarkan setidaknya Rp 5 juta guna membeli bibit, pupuk, upah tanam, dan memelihara satu hektar tanaman kopi muda selama setahun. Padahal, kopi baru bisa dipanen setelah 4-5 tahun kemudian.

 

"Terus selama 4-5 tahun menunggu kopi panen, kami makan apa? Itu terlalu berat buat kami. Kami berharap pemerintah membantu petani untuk meremajakan kopi," kata Kadik (81), petani kopi lain.

 

Sumber: Kompas

Logo KPBN

Contact Us

Jl. Cut Meutia NO. 11, RT. 13, RW. 05, Cikini, Menteng, Kota Jakarta Pusat, DKI Jakarta. Kode Pos. 10330

(021)3106685, (021)3907554 (Hunting)

humas@inacom.co.id

PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara

Social Media

© Inacom. All Rights Reserved.