Kinerja Ekspor Capai Rekor Ketergantungan pada Komoditas SDA Peka terhadap Kendala Produksi
Nilai ekspor kembali mencetak rekor yang ditopang komoditas primer. Sebaliknya, impor memprihatinkan karena didominasi barang konsumsi, sementara impor bahan baku yang dapat diolah di dalam negeri untuk mendorong pertumbuhan ekonomi justru menurun. Masih diperlukan kerja keras.
Nilai ekspor Juni 2006 mencapai 8,48 miliar dollar AS, naik 1,70 persen dari ekspor Mei. Selama semester I-2006 ekspor mencapai 46,92 miliar dollar AS atau naik 15,14 persen dari periode sama tahun 2005.
`Nilai ekspor kita terus meningkat, meskipun naik tipis,` ujar Kepala Badan Pusat Statistik Rusman Heriawan di Jakarta, Selasa (1/8).
Ekspor nonmigas Juni naik 2,38 persen terhadap Mei 2006, menjadi 6,71 miliar dollar AS. Kenaikan ekspor nonmigas terbesar terjadi pada kelompok mesin dan peralatan listrik. Namun, selama semester I-2006, peningkatan ekspor nonmigas terbesar terjadi pada tiga komoditas utama, yakni minyak sawit mentah (CPO), batu bara, serta karet dan barang dari karet. Ketiga komoditas tersebut menyumbang 46,69 persen terhadap seluruh peningkatan ekspor nonmigas semester I-2006.
Menurut Rusman, peningkatan ekspor ketiga komoditas itu didorong kenaikan harga di pasar dunia dan volume ekspornya. Volume ekspor batubara naik 46 persen, CPO 30 persen, dan karet bertambah 14,7 persen dibanding bulan sebelumnya.
`Dengan demikian, kenaikan ekspor itu tidak hanya karena wind fall, juga karena perluasan pasar. Harga batubara naik 9,8 persen, sedangkan CPO naik 3,95 persen, begitu juga karet yang meningkat 37 persen,` katanya.
Melihat perkembangan tersebut, Rusman optimis, nilai ekspor Indonesia pada akhir tahun 2006 akan mendekati 100 miliar dollar AS. Kondisi itu dimungkinkan terjadi karena dalam empat tahun terakhir, nilai ekspor pada semester II akan meningkat lebih tinggi dibanding semester I.
`Misalnya, ekspor semester II 2005 sepuluh persen lebih tinggi dibanding semester I. Lalu ekspor semester I 2004, 24 persen di atas semester I. Jadi kalau tidak ada hal luar biasa, bisa mencapai 100 miliar dollar AS,` katanya.
Rusman mengatakan, kenaikan ekspor nonmigas diwarnai strategi pengusaha Indonesia yang memanfaatkan embargo produk China oleh Amerika Serikat. Keberadaan embargo tersebut menyebabkan ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia ke Amerika meningkat selama semester lalu. `Produk TPT kita sudah memanfaatkan peluang embargo itu. Ada tiga produk TPT yang meningkat cukup besar, yakni barang rajutan sebesar 139 juta dollar AS, pakaian jadi tanpa rajutan 137 juta dollar AS, serta produk alas kaki yang meningkat 151 juta dollar AS,` katanya.
Prihatin
Di sisi impor, Rusman menyebutkan, realisasi Juni 2006 mencapai 5,67 miliar dollar AS atau meningkat 12 persen dibanding Mei. Namun, kenaikan impor selama semester I hanya 1,31 persen lebih tinggi dibanding periode sama tahun 2005 atau sebesar 28,84 miliar dollar AS. `Yang menyedihkan, kenaikan impor justru terjadi pada barang konsumsi, sementara bahan baku yang dapat diolah di dalam negeri, dan mendorong pertumbuhan ekonomi justru menurun. Rendahnya impor bahan baku akan berdampak pada industri manufaktur dalam tiga bulan mendatang,` katanya.
Selama semester I-2006, penurunan impor bahan baku terjadi pada kelompok besi dan baja, mesin dan pesawat mekanik, serta kendaraan dan bagiannya. Sementara peranan impor barang konsumsi dan barang modal dalam struktur impor Indonesia selama semester pertama meningkat dibandingkan periode sama tahun lalu. Barang konsumsi dari 7,6 persen naik menjadi 8,4 persen dan barang modal dari 14,21 persen menjadi 14,56 persen. Sebaliknya, peranan impor bahan baku atau penolong turun tipis dari 78,19 persen menjadi 77,04 persen.
Ekonom Bank Mandiri Martin Panggabean menilai, data perdagangan internasional itu menunjukkan arah perbaikan perekonomian Indonesia mulai semester kedua. `Kalau diperhatikan, sejak Mei ekspor sudah naik. Demikian pula impor yang sebagian besar merupakan impor bahan baku yang diperlukan untuk proses produksi. Perekonomian sudah bangkit pada Mei-Juni. Ke depan, tentu diharapkan lebih baik lagi,` ujarnya.
Harapan ini seiring kenaikan ekspor, penurunan tingkat inflasi dan tingkat suku bunga.
Surplus
Surplus Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) selama triwulan II 2006 mencapai 3,3 miliar dollar AS. Dari sisi transaksi berjalan, surplus terjadi karena ekspor terus meningkat di tengah melambatnya impor. Surplus transaksi berjalan diperkirakan mencapai 1 miliar dollar AS. Meskipun terjadi aliran modal keluar yang cukup besar pada Mei 2006, neraca modal dan finansial tetap surplus signifikan.
BI mencatat sejumlah faktor yang berpotensi menurunkan kinerja NPI ke depan. Pertama, kecenderungan menurunnya impor bahan baku nonmigas dapat memperlambat pertumbuhan ekspor nonmigas. Kedua, semakin besarnya ketergantungan ekspor nonmigas pada komoditas berbasis sumber daya alam yang peka terhadap kendala produksi. Ketiga, mengingat komposisi aliran modal masuk lebih didominasi portofolio modal, perubahan stance kebijakan moneter AS dapat mempengaruhi lalu lintas modal.
Sumber: Kompas