KPBN News

Kasus PT Sumi Asih lawan Vinmar Dihentikan

JAKARTA: Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akhirnya menghentikan pemeriksaan perkara gugatan PT Sumi Asih terhadap Vinmar Overseas Ltd (AS) dan Vinmar Overseas Pte (Singapura).
Penghentian pemeriksaan perkara itu diungkapkan oleh ketua majelis hakim yang memeriksa perkara No.203/PDT.G/ 2009/PN.JKT.PSt, Ennid Hasanuddin, saat sidang pembacaan putusan sela, pada Rabu.

Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim mengabulkan eksepsi yang diajukan oleh para tergugat (Vinmar), terkait dengan kompetensi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam memeriksa dan mengadili perkara tersebut.

Pasalnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dianggap tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara antara kedua pihak, mengingat adanya klausula arbitrase dalam kesepakatan, di mana perselisihan diselesaikan melalui American Arbitration Association, di Texas, AS.

Kuasa hukum PT Sumi Asih, Darwin Aritonang, ketika ditanya pendapatnya terkait dengan putusan pengadilan tersebut belum bersedia memberikan komentar terlalu banyak.

`Kita akan sampaikan dulu ke klien, nanti kita lihat apakah akan banding atau tidak,` ucap Darwin Aritonang, seusai sidang pembacaan putusan sela, pada Rabu.

Jual beli biodiesel

Sebelumnya, PT Sumi Asih menggugat Vinmar Overseas Ltd (AS) dan Vinmar Overseas Pte (Singapura), menuding kedua perusahaan itu melakukan perbuatan melawan hukum dalam kasus kontrak jual beli biodiesel.

Perbuatan melawan hukum yang dimaksud oleh penggugat (PT Sumi Asih), sesuai dengan dokumen resmi di pengadilan, adalah pemaksaan pemberlakuan purchase order confirmation terhadap penggugat, padahal pihaknya tidak menandatanganinya atau tidak mengakuinya.


Dalam gugatan yang terdaftar di bawah registrasi No.203/PDT.G/2009/PN.JKT. PST, penggugat menuntut para tergugat untuk membayar ganti rugi secara tanggung renteng berupa materiel US$6,185 juta dan immateriel US$6,133 juta.

Kasus tersebut disebut-sebut bermula ketika kedua belah pihak sepakat untuk melakukan perjanjian jual beli biodiesel, yang ditandatangani pada 13 Desember 2006, di mana penggugat akan mengirimkan sebanyak 5.000 metrik ton biodiesel setiap bulannya kepada tergugat.

Pada periode Maret-Oktober 2007 terjadi perubahan harga crude palm oil (CPO), yang berdampak pula pada harga bahan baku biodiesel. Selain itu, juga ada kebijakan pemerintah tentang besar tarif pungutan ekspor, termasuk komoditas CPO.

Kondisi itu dinilai penggugat sebagai kondisi yang memaksa (force majeure) dan penggugat mengaku telah menginformasikannya kepada para pembeli di luar negeri, tetapi tergugat tetap memaksa penggugat melakukan pengiriman biodiesel untuk Januari dan Februari 2008.

Lantas, terjadi pertikaian antara kedua pihak terkait dengan pengiriman itu, di mana tergugat menuding penggugat telah wanprestasi atas purchase order confirmation, sehingga membawa perkara itu ke jalur arbitrase.

Oleh : Ennid Hasanuddin
Sumber : Bisnis Indonesia