22 Mar 2016
Senin, 21/03/2016
Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah tengah mempertimbangkan untuk menyusun landasan hukum guna memberhentikan implementasi Indonesia Palm Oil Pledge (IPOP) di Tanah Air. Skema ini dinilai amat merugikan petani kelapa sawit lokal.
Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian, Gamal Nasir menyampaikan pemerintah berkukuh untuk membubarkan IPOP. Landasan hukum diperlukan karena kendati telah diberikan surat peringatan, IPOP masih melanjutkan operasionalnya di Indonesia.
“Mereka dilarang beroperasi di Indonesia, kami akan mencari dasar hukumnya. Sekarang sedang didiskusikan dengan instansi terkait soal apakah akan dibuat peraturan baru atau mencari dari aturan yang sudah ada,” kata Gamal, Senin (21/3/2016).
Gamal menyampaikan pihaknya menginginkan ada penerbitan sejenis surat keputusan menteri untuk dapat segera membubarkan IPOP. Namun, dia masih melakukan diskusi soal landasan hukum ini dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Bisnis mencatat pemerintah vokal menyatakan sikap menentang implementasi IPOP sejak pertengahan tahun lalu. Pasalnya, sejak IPOP diimplementasikan, banyak petani mengeluhkan hasil produksinya yang tidak lagi diserap perusahaan karena dinilai berasal dari praktik yang tidak berkelanjutan (sustainable).
IPOP atau Indonesian Palm Oil Pledge merupakan komitmen para pelaku usaha di sektor kelapa sawit untuk melakukan praktik-praktik yang ramah lingkungan dalam aktivitas produksi. Para anggota dilarang menerapkan penanaman sawit di wilayah High Carbon Stock dan lahan gambut.
IPOP merupakan salah satu kesepakatan yang dilahirkan dalam diksusi bertajuk Sustainable Development : The Indonesian Way of Doing Business in The New Millenium pada ajang UN 2014 Climate Summit, yang diinisiasi Kadin Indonesia di New York, 24 September 2014.
Dalam penandatanganan pertama tersebut, empat perusahaan yang terlibat yaitu Golden Agri Resources Ltd, Wilmar International Ltd, Cargill, dan Asian Agri. Per maret 2015, Musim Mas menyatakan kesiapannya bergabung dan pada akhir Februari, Astra Agro Lestari pun turut bergabung.
Sejak IPOP diimplementasikan, sejumlah pejabat pemerintah termasuk jajaran Kementerian Pertanian dan Kemenko Perekonomian memang mempertanyakan komitmen ini. Pasalnya, kesepakatan IPOP dinilai mempersulit pasokan tandan buah segar (TBS) oleh petani.
Di beberapa daerah, dilaporkan petani tidak dapat menjual TBS-nya karena diduga ditanam di areal lahan gambut. Hal ini melukai petani yang daya belinya sudah tergerus oleh pelemahan harga komoditas global.
Gamal menyampaikan nantinya pemerintah akan segera membubarkan manajemen IPOP. “Agar tidak lagi dioperasikan perusahaan Indonesia . bentuknya semacam suratlah dari menteri tertentu yang berhak agar dasar hukum kita kuat,” ungkap Gamal.
Dia pun sebelumnya telah menyurati manajemen IPOP untuk dapat berhenti beroperasi namun peringatan tersebut tidak digubris.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Asmar Arsjad mengatakan petani menunggu langkah pemerintah untuk dapat segera membubarkan IPOP karena perusahaan mengurangi pembelian TBS petani.
© Inacom. All Rights Reserved.