Ekspor Mei catat rekor
Indonesia menorehkan rekor baru di bidang ekspor pada Mei dengan nilai sebesar US$8,34 miliar, tumbuh sekitar 9,79% dari bulan sebelumnya sehingga nilai ekspor dalam lima bulan pertama tahun ini mencapai US$38,39 miliar.
Rusman Heriawan, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), mengatakan nilai ekspor Mei merupakan yang tertinggi sejak RI berdiri, sehingga membuka peluang bagi Indonesia untuk meraih nilai ekspor sekitar US$100 miliar sepanjang 2006.
`Kalau misalnya semua berjalan baik, saya agak sedikit berharap ekspor sampai akhir tahun ini bisa mendekati US$100 miliar. Lima bulan saja sudah US$38,39 miliar,` katanya kemarin.
Rusman memperkirakan kenaikan nilai ekspor pada Mei itu lebih banyak didorong kenaikan harga produk Indonesia di luar negeri, meski permintaan pasar juga relatif membaik.
Dia memberi contoh harga minyak mentah Indonesia di pasar dunia naik dari US$68,92/barel pada April menjadi sekitar US$70,1/barel pada bulan kelima tahun ini. Kenaikan tersebut efektif mendongkrak realisasi ekspor pada Mei.
Ekspor migas pada Mei naik 7,22% menjadi US$1,8 miliar dari US$1,67 miliar pada April. Ekspor hasil minyak naik 7,22% menjadi sekitar US$227,2 juta dan ekspor gas naik 13,95% menjadi US$933,9 juta, namun ekspor minyak mentah turun 1,43% menjadi US$628 juta pada Mei.
Pada sisi ekspor nonmigas, Indonesia mencatatkan pertumbuhan sekitar 10,52% pada Mei dari bulan sebelumnya yang masih US$5,93 miliar.
Dantes Simbolon, kasubdit Statistik Ekspor BPS, menjelaskan sebagian besar komoditas nonmigas menunjukkan pertumbuhan menjanjikan, misalnya pertambuhan ekspor karet yang mencapai US$776 juta.
Sedang pertambahan ekspor CPO pada Januari-Mei, sekitar US$360 juta sehingga sepanjang 2006 kenaikan nilai ekspor komoditas itu bisa mencapai US$800 juta. Demikian juga ekspor batu bara yang bisa tumbuh US$1,2 miliar-US$1,5 miliar.
Pada Mei, dari 10 golongan barang, lima golongan di antaranya mengalami pertumbuhan dan lima sisanya turun.
Kenaikan nilai ekspor nonmigas berdasarkan golongan barang pada lima bulan pertama paling tinggi dicapai golongan bijih, kerak, dan abu logam sebesar US$93,9 juta dari April yang masih US$159,7 juta.
Pada sisi impor, Indonesia membukukan pertumbuhan 6,5% menjadi US$5,06 miliar dari bulan sebelumnya. Namun, total nilai impor Januari-Mei itu turun 2,12% menjadi US$23,14 miliar dibandingkan dengan periode yang sama 2005.
Peningkatan impor itu terjadi baik di sektor migas maupun nonmigas, masing-masing sekitar 19,94% dan 0,81% dibandingkan April. Sementara penurunan perhitungan impor Januari-Mei disebabkan kinerja impor nonmigas yang turun 3,89%, sedangkan impor migas justru naik 2,39% dibandingkan lima bulan pertama 2005.
Impor bahan baku/penolong pada Mei naik menjadi US$3,84 miliar dari US$3,53 miliar bulan sebelumnya, sedangkan impor barang modal malah turun menjadi US$715,2 juta dari US$744,5 juta, dan barang konsumsi naik jadi US$5,06 miliar dari US$4,75 miliar pada April.
Didominasi mesin
Penyumbang terbesar impor nonmigas pada Mei masih dipegang golongan mesin dan pesawat mekanik yaitu sebesar US$595,8 juta setara 17,9% dari total impor nonmigas, disusul bahan kimia organik US$304,6 juta atau sekitar 8,66% dari total impor nonmigas.
Pergerakan ekspor-impor pada Mei itu menjadikan surplus perdagangan Indonesia sekitar US$3,28 miliar dan US$15,25 miliar untuk Januari-Mei.
Rusman mengatakan penggunaan data BPS untuk memperhitungkan surplus/defisit perdagangan di Indonesia sebenarnya kurang tepat karena perbedaan penghitungan data ekspor dan impor BPS tidak menghitung impor di daerah pabean.
Meski demikian, dia menilai kinerja di daerah pabean itu relatif tidak signifikan terhadap kinerja total impor sehingga praktis perhitungan defisit/surplus perdagangan dengan data BPS masih bisa digunakan.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Benny Soetrisno berpendapat peningkatan ekspor nonmigas pada Mei sebesar 10,52% dibandingkan April diyakini bukan berasal dari kontribusi sektor tekstil dan produk tekstil (TPT).
Sebab, pada triwulan I/2006, nilai ekspor sektor ini hanya naik sekitar 7% sedangkan dari sisi volume peningkatannya lebih kecil lagi, yakni tak lebih dari 4%.
Sumber: Bisnis Indonesia