GULA RAFINASI: Survei Kebutuhan 2015 Kelar Pertengahan November
Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Perindustrian memperkirakan survei kebutuhan gula rafinasi untuk industri makanan dan minuman pada tahun depan selesai pertengahan November 2014.
Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Panggah Susanto mengatakan sebelum menetapkan kuota impor gula mentah (raw sugar) tahun depan merujuk kepada kebutuhan yang ada, akan dirampungkan dulu audit realisasi impor oleh Kementerian Perdagangan.
`Hasil audit akan dibahas dalam pertemuan selanjutnya , lalu menetapkan kuota impor,` tuturnya seusai pertemuan Kemenperin, Kemendag, dan asosiasi industri, di Kantor Kemenperin, Jakarta, Rabu (5/11/2014).
Panggah menyatakan sekarang kebutuhan gula rafinasi di kisaran 2,8 juta ton atau setara dengan 3 juta ton gula mentah. Jumlah ini untuk industri besar tidak termasuk industri kecil dan rumah tangga.
Sepanjang tahun ini, kuota impor gula mentah yang diberikan Kemendag 2,8 juta ton. Tapi belum semua kuota itu dipenuhi sehingga banyak kontrak suplai gula ke industri makanan dan minuman (mamin) belum bisa dipenuhi.
`Tugas saya, bagaimana memelototi kontrak dengan mamin saja. Kami berusaha yakinkan kontrak dengan mamin terverifikasi dengan baik, sehingga tidak bisa disetop kuota impornya,` ucap Panggah.
Kemenperin mencatat kontrak suplai gula rafinasi ke industri mamin yang belum terpenuhi kini sekitar 150.000 ton. Jumlah ini tercatat untuk industri skala besar saja. Jika tak segera disuplai bisa-bisa pebisnis yang gulung tikar akan semakin banyak.
Pembicaraan lebih lanjut antara Perindustrian dan Perdagangan soal pemenuhan bahan baku gula untuk industri paling lambat dilakukan akhir bulan ini. Panggah memastikan sejauh ini belum ada pembahasan mengenai kuota impor gula mentah pada 2015.
Pengetatan izin impor gula mentah dilakukan Kemendag untuk mempersempit celah rembesan. Kementerian menginginkan gula yang dibeli dari luar negeri betul-betul disalurkan untuk kebutuhan industri bukan konsumsi.
Terkait sisa kontrak pasokan gula ke industri yang belum terpenuhi Kemenperin sudah menyampaikan kepada Kemendag. `Yang mendesak-mendesak aja, katakanlah 150.000 ton sampai akhir tahun, ini masuk ke kontrak yang sudah di tangan,` ucap Panggah.
Saat ini, stok gula rafinasi di dalam negeri diperkirakan berjumlah 200.000 ton. Kehadiran industri gula rafinasi di tanah air sejak 1997 terdorong kebutuhan bahan baku industri mamin yang belum bisa dipenuhi industri domestik.
Badan Pusat Statistik mencatat sepanjang tahun lalu industri makanan, minuman dan tembakau tumbuh 3,34%. Pada semester pertama tahun ini realisasi pertumbuhan sebesar 9,62%.
Editor : Nurbaiti
Sumber : http://industri.bisnis.com/
-------------------------------------------
RABU, 05 NOVEMBER 2014 | 19:48 WIB
Kebutuhan Gula Rafinasi Tahun Depan Mulai Dihitung
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah memperbarui data kebutuhan gula rafinasi untuk 2015. Hasil perhitungan diperkirakan selesai pertengahan November tahun ini. `Kebutuhan gula rafinasi tumbuh terus. Tahun 2014, kebutuhan gula rafinasi yang kami hitung adalah 2,8 juta ton,` kata Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Panggah Susanto di Kementerian Perindustrian, Rabu, 5 November 2014.
Menurut Panggah, angka 2,8 juta ton untuk 2014 didasarkan pada kebutuhan tahun 2013 sebesar 2,7 juta ton. Dengan tingkat pertumbuhan 7 persen per tahun, maka didapat angka kebutuhan untuk 2014. Angka tersebut kemudian dijadikan dasar untuk kuota impor 2,8 juta ton raw sugar, bukan gula rafinasi. Padahal perhitungan raw sugar ke gula rafinasi harus terlebih dulu dilakukan konversi.
Panggah mencontohkan, dalam 100 kilogram raw sugar, yang akan jadi gula rafinasi sekitar 94 kilogram. `Karena dalam prosesnya pasti akan mengalami pengurangan, misalnya menetes,` katanya.
Terkait dengan permasalahan gula ini, Menteri Perindustrian Saleh Husin melakukan pertemuan dengan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel serta asosiasi gula rafinasi. Pertemuan dilakukan di kantor Kementerian Perindustrian, Rabu siang, 5 November 2014.
Menurut Gobel, pertemuan itu merupakan pertemuan awal untuk membicarakan permasalahan gula nasional. `Setelah ini kami juga akan menerima para petani yang juga sudah minta waktu. Nanti, setelah semua pertemuan, semua keluhan akan kami bahas melibatkan kementerian terkait,` ujarnya.
Kementerian yang dimaksud adalah Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, Kementerian BUMN, serta Kementerian Kehutanan. `Supaya bagaimana swasembada gula itu bisa dicapai dalam waktu tiga tahun, dan industrinya juga bisa kami kembangkan dan perdagangan gula bisa kami atur,` kata Gobel.
Sumber : www.tempo.co
--------------------------------------------
Rabu, 05 November 2014, 22:56 WIB
IMPOR GULA: Realisasi Capai 2,4 Juta Ton Hingga Oktober 2014
Dini Hariyanti -
Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perdagangan menyatakan realisasi impor gula rafinasi hingga Oktober 2014 mencapai 2,4 juta ton.
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Partogi Pangaribuan mengatakan izin kuota impor 2,8 juta ton gula mentah sudah mentok. `Belum ada tambahan lagi. juga belum ditetapkan, sedang dibicarakan,` ujarnya, di Jakarta, Rabu (5/11/2014).
Menteri Perdagangan Rachmat Gobel menyatakakan akan kembali bertemu dengan pebisnis gula rafinasi dan Kemenperin untuk mencari solusi ketergantungan impor gula. Pihaknya menargetkan dalam tiga tahun mendatang RI swasembada gula.
Perdagangan berjanji mengintensifkan koordinasi dengan Kemenperin, Kementerian Pertaninan, Kementerian Kehutanan, dan Kementerian BUMN. `Kami bicara bagaimana bisa swasembada pangan, termasuk gula,` kata Rachmat.
Sementara itu, Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan dalam pertemuan dengan Kemendag dan pelaku usaha di kantornya, hari ini, Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) mengeluhkan beberapa pabrik nyaris tutup karena tak punya bahan baku lantaran kuota impor belum dibuka lagi.
`Kami akan carikan solusi jangka pendek, bagaimana agar tutupnya pabrik gula rafinasi tidak sampai berimbas ke industri mamin,` ucapnya.
Kemenperin menginginkan pelaku usaha di industri gula rafinasi masuk ke industri gula terintegrasi dari hulu hingga hilir guna mengurangi impor gula mentah alias bahan baku gula rafinasi. Hal ini juga bertujuan untuk menjaga keberlangsungan industri dalam negeri.
Editor : Nurbaiti
Sumber : http://industri.bisnis.com/
------------------------------------------------------------
Kamis, 30 Oktober 2014, 18:40 WIB
Gula Rafinasi Impor Makin Ancam Industri Domestik
Saresehan industri gula yang bertemakan Prospek Industri Gula Indonesia di Era Pemerintahan Baru yang diselenggarakan oleh PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara, di Jakarta, Kamis (30/10/2014).
Bisniscom, JAKARTA - Pemerintah diminta menghentikan impor gula rafinasi demi menyelamatkan industri gula nasional yang kini dalam kondisi gawat darurat.
Gula rafinasi kini telah merembes ke rumah tangga dengan harga yang relatif lebih murah hingga mengakibatkan gula lokal menumpuk di gudang karena tidak laku dipasarkan.
“Industri gula nasional kini berada dalam kondisi gawat darurat, menuntut adanya tindakan penyelamatan jangka pendek dengan menyetop impor gula rafinasi yang kini sudah merembes ke rumah tangga,” kata Subiyono, Ketua Umum Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi).
Dia berbicara dalam saresehan industri gula yang bertemakan Prospek Industri Gula Indonesia di Era Pemerintahan Baru yang diselenggarakan oleh PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara, di Jakarta, Kamis (30/10/2014).
Dalam saresehan yang dihadiri sejumlah direksi PT Perkebunan Nusantara itu, Subiyono juga mengatakan harga gula lokal pada akhir Oktober tercatat hanya Rp7.800 per kg. Dan harga ini dinilai kurang kondusif hingga menyebabkan petani mengalami kerugian yang sangat besar.
“Pabrik gula yang harga pokok produksi ( HPP)-nya, lebih dari Rp 6000 per kg, pasti akan sangat sulit bersaing, karena harga gula di pasar international hanya sekitar Rp 4.850 per kg,” tandas Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara X itu.
Oleh karena itu, pemerintah diminta segera melakukan penyelamatan industri gula nasional dengan menciptakan instrumen yang mampu mendukung terwujudnya swasembada gula. Tidak seperti sekarang ini, produsen gula lokal dibiarkan masuk ke persaingan bebas.
Target swasembada itu diyakini akan terwujud dengan sendirinya bila, pemerintah mampu melengkapi dengan sejumlah instrumen pendukunganya. Termasuk dalam hal pengendalian impor gula rafinasi dan kebijakan yang memihak petani dan produsen gula nasional. Kini terkesan bahwa pemerintah tidak berada dalamn industri gula nasional.
“Tanpa itu, bukan hanya swasembada gula yang tidak terwujud, namun industri yang kini ada tak mampu bertahan, karena itu dibutuhkan tindakan yang lebih nyata oleh Pemerintah,” katanya.
Selain Subiyono, saresehan yang dipandu oleh Jangkung Handoyo Mulyo dari Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta itu, juga menampilkan Arif Budimanta, Direktur Eksekutif the Megawati Institut.
Menurut Arif, program swasembada gula suatu hal yang harus diwujudkan untuk menghidari defisit neraca perdagangan nasional. Pasalnya, kontribusi gula impor terhadap defisit neraca perdagangan dinilai sangat besar, mencapai US$1,7 miliar.
Kondisi ini berdampak terhadap current account, pada SBI dan juga berpengaruh pada sovereign bond, bahkan juga terhadap suku bunga pinjaman. “ Jadi kita sangat membutuhkan swasembada gula ini, dan pemerintah telah men targetkan bisa terwujud dalam tempo 3 tahun kedepan,”ujarnya.
Sementara itu, Dirut PT Kharisman Pemasaran Bersama Nusantara, Bambang Soedibyo, mengatakan sebagai salah satu pelaku industri gula dan kepanjangan dari PT Perkebunan Nusantara, dalam bidang pemasaran komoditas perkebunan, mengharapkan adanya keterlibatan pemerintah sebagai fasilitator dan regulator gula, untuk melakukan tindakan penyelamatan dan pemberdayaan terhadap pelaku ekonomi lokal, antara lain dengan pengendalian stok dan membuat regulasi tentang separasi gula.
“Gula rafinasi hanya untuk bahan baku industri makanan dan minuman, sementara gula kristal putih yang diperoleh dari hasil penggilingan tebu untuk konsumsi langsung rumah tangga,” kata Bambang Soedibyo.
Pada 2015, kebutuhan gula nasional diperkirakan mencapai 5,89 juta ton. Dari jumlah ini, kontribusi gula nasional hanya sekitar 49 persen. Dan inipun dikhatirkan menurun, lantaran petani enggan menanam tebu, beralih pada tanaman lain yang lebih menguntungkan dan pasar yang lebih pasti. (JIBI)
Editor : Martin Sihombing
Sumber : http://industri.bisnis.com
----------------------------------------------------
Kamis, 23 Oktober 2014, 06:35 WIB
Harga Gula Rendah dan Stok Menumpuk, AGRI Mengaku Rugi
Bisnis.com, JAKARTA- Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) mengungkapkan pihaknya menanggung kerugian cukup besar akibat penurunan harga komoditas itu dan beban pinjaman bank.
Kondisi ini disebabkan AGRI baru bisa menyalurkan 50.000 ton gula tani dari total talangan 250.000 ton dari 19 pabrik gula dengan harga Rp8.500/kg. Artinya, AGRI masih menanggung talangan sekitar 200.000 ton senilai Rp1,7 triliun.
Ketua Umum AGRI Wisnu Priyatna menjelaskan sejak lelang gula pertama kali dilakukan tampak sekali bahwa harga gula sejak awal hanya berada pada level harga patokan petani (HPP) atau di bawah harga 'ekspektasi'.
Bahkan, tuturnya, sampai saat ini harga lelang yang terbentuk malah jauh di bawah HPP, yakni Rp8.100 dan tidak ada yang melakukan penawaran.
Menurut dia, harga yang rendah itu disebabkan saldo stok atau carry over tahun 2013 yang masih tersedia dijual dengan harga murah Rp7.600/kg karena kondisi gula yang basah. Selain itu, komitmen pemberian dana talangan kepada petani tidak dilakukan oleh semua stakeholder, kecuali AGRI.
`Keterlibatan AGRI dalam pemberian dana talangan kepada petani sudah dimulai sejak 2008, yang mana pada saat itu para pedagang tidak ada yang mau memberikan dana talangan sehingga petani meminta kepada AGRI,` ujarnya, Kamis (23/10/2014).
Pemberian dana talangan ini berlanjut hingga 2012 dan 2013. Pada 2014, lanjut Wisnu, AGRI kembali mendapat penugasan pemerintah untuk memberikan dana talangan karena harga gula tani musim giling 2014 rendah.
Pabrik gula (PG) di Jawa saat ini sedang memasuki masa akhir musim giling 2014-2015. Kegiatan pelelangan gula yang dilaksanakan oleh petani telah berlangsung sejak Juni 2014 dan sekarang berada dalam masa puncak produksi.
Pemerintah sendiri telah menetapkan HPP sebesar Rp8.500/kg yang sebelumnya ditetapkan Rp8.250/kg untuk tujuan melindungi pendapatan petani tebu.
Wisnu mengatakan kuota raw sugar 2014 yang diberikan sampai saat ini kepada AGRI sebesar 2,8 juta ton dan apabila dibandingkan dengan kuota 2013 sebesar 3,019 juta ton terjadi penurunan 7,25%.
Dalam sejumlah pertemuan dengan AGRI, ungkapnya, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) menyebutkan kebutuhan bahan baku industri mamin skala besar dan menengah pada 2013 sebesar 2,7 juta ton gula rafinasi yang setara dengan 2,9 juta ton raw sugar, belum termasuk untuk pemenuhan kebutuhan industri kecil dan rumah tangga.
Pertumbuhan industri mamin saat ini dalam rangka memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor sebesar 5% atau setara dengan kebutuhan 3,2 juta ton raw sugar.
Keadaan itu, menurut Wisnu, mengakibatkan outstanding kontrak dengan industri mamin, serta pembatalan pasokan bahan baku dari pemasok internasional, bahkan mengakibatkan berhentinya operasi produksi sebagian besar pabrik gula rafinasi.
Dia menjelaskan kehadiran industri gula rafinasi di Indonesia pada 1997 didorong oleh kebutuhan industri mamin dalam negeri yang bahan bakunya belum dapat dipenuhi oleh industri gula nasional.
Selain itu, AGRI berperan memberikan dana talangan serta mendapat tugas dari pemerintah dalam rangka stabilisasi harga pada 2008-2009 dengan melakukan kegiatan operasi pasar di pulau Jawa dan di luar pulau Jawa.
`AGRI juga diminta terlibat dalam kegiatan pasar murah dan bazaar menjelang hari-hari besar keagamaan dengan harga yang terjangkau masyarakat,` ujarnya.
Editor : Hery Lazuardi
Sumber : http://industri.bisnis.com
--------------------------------------------
SELASA, 07 OKTOBER 2014 | 20:28 WIB
Jokowi Siap Stop Impor Gula Rafinasi
TEMPO.CO, Jember - Presiden terpilih, Joko Widodo, menyatakan kesiapannya untuk menyetop keran impor gula rafinasi. Hal ini disampaikan Jokowi seusai mendengar keluhan para petani tebu ihwal gula petani yang tidak laku dilelang serta anjloknya harga gula dalam acara Jagongan Petani di Jember, 7 Oktober 2014.
`Nanti dihitung dulu dan cek bener tidak. Setelah dicek bener, impor langsung distop,` kata Jokowi di hadapan ribuan petani yang datang dari seluruh penjuru Jawa Timur dan Jawa Tengah. Jokowi mengatakan dirinya belum bisa mengambil keputusan karena masih belum dilantik. `Begitu dilantik, gampang nanti. Kalau distop, ya distop,` katanya.
Menurut Jokowi, dia tetap perlu blusukan dan terjun langsung ke masyarakat. `Saya kalau terjun langsung begini bisa tahu problem riil apa. Saya tidak mau nanti hanya dengar dari dirjen atau menteri,` katanya. Menurut Jokowi, kadang informasi yang sampai ke dirinya hanya yang baik-baik saja. `Bawah katanya beres, ternyata kayak begini. Dulu jadi wali kota kayak gitu, jadi gubernur kayak gitu,` katanya.
Sebelum menanggapi tentang gula rafinasi tersebut, Jokowi sempat mendengarkan keluhan seorang petani tebu dari Blora, Jawa Tengah. `Pemerintah sekarang tidak pro-petani. Departemen Perdagangan sudah impor 3,5 juta ton gula,` katanya.
Kebijakan impor itu, kata petani yang datang bersama 50 orang temannya itu, untuk tahun ini sudah dijalankan. `Mohon keputusan Pak Jokowi begitu dilantik untuk direvisi lagi atau kalau perlu stop impor agar bisa menolong petani,` kata petani ini.
Dia juga mengatakan agar Jokowi mengevaluasi kebijakan Departemen Perdagangan. `Departemen Perdagangan perlu dievaluasi dan stop impor, sehingga petani bisa bernapas,` katanya.
Sumber : http://www.tempo.co
Selasa, 07 Oktober 2014 20:31:25
Jokowi: Stop Impor Gula, Gampang!
Reporter : Oryza A. Wirawan
Jember (beritajatim.com) - Joko Widodo berjanji akan menghentikan impor gula, jika sudah dilantik menjadi presiden Indonesia 2014-2019. Ini diungkapkannya di depan ribuan petani yang menghadiri acara Jagongan Bersama Petani Tebu, di di Dusun Klatakan, Desa Tanggul Wetan, Kecamatan Tanggul, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Selasa (7/10/2014) sore.
`Setuju stop impor?` tanya Jokowi, disambut kesepakatan para petani tebu.
`Gampang, habis dilantik, yang masalah impor-impor itu gampanglah. Tinggal di-stop, rampung,` kata Jokowi.
Tuntutan impor ini disampaikan seorang perwakilan petani dari Blora, Jawa Tengah. Saat diminta menyampaikan unek-uneknya di hadapan Jokowi, ia mengatakan, pemerintah sudah mengimpor 3,5 juta ton gula. `Mohon kalau perlu stop impor agar petani tidak menjadi korban,` katanya.
`Pemerintah sekarang tidak pro petani. Mohon kalau Bapak dilantik, ini harus dievaluasi lagi, kalau perlu stop impor. Kalau itu, saya yakin bisa menolong nasib petani. Tanpa itu impossible,` katanya. [wir]
Sumber : http://m.beritajatim.com/
------------------------------------------
Selasa, 07 Oktober 2014 20:45:10
Diminta Pecat Dirut PTPN XI, Ini Jawaban Jokowi
Jember (beritajatim.com) - Joko Widodo dituntut oleh petani tebu untuk mencopot Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara XI Andi Punoko. Ia mengingatkan kembali fungsi perusahaan perkebunan.
`Apapun, yang namanya PTP itu harus menjadi agen pembangunan, agen pembangunan desa, agen pembangunan untuk petani, agen kesejahteraan untuk petani, bukan untuk yang lain-lainnya,` kata Jokowi, di depan ribuan petani yang menghadiri acara Jagongan Bersama Petani Tebu, di di Dusun Klatakan, Desa Tanggul Wetan, Kecamatan Tanggul, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Selasa (7/10/2014) sore.
`Itu akan saya kejar terus, hal-hal seperti itu. Jangan sampai karena satu dua tiga orang, semua ribuan orang jadi bermasalah. Saya tidak mau hal-hal seperti itu terjadi di pemerintahan kita,` kata Jokowi.
Tuntutan pemecatan meluncur dari Ahmad Sani, perwakilan petani tebu Kabupaten Situbondo. Ia mengatakan, petani kecewa karena PTPN XI tidak mau menalangi produksi gula petani. `Mohon kebijaksanaan Bapak untuk ditindaklanjuti. Kalau perlu, yang namanya Andi Punoko itu diturunkan. Itu sudah berjanji kepada petani. Andi Punoko,` katanya bersemangat.
`Sopo kuwi (Siapa itu)?` tanya Jokowi.
`Dirut PTPN XI yang telah berjanji menalangi tebu petani, Bapak. Ternyata dia pengkhianat, sampai sekarang tidak mau menalangi. Lari dari tanggung jawab. Mohon kalau Bapak dilantik, Andi Punoko dipecat,` kata Sani bersemangat. [wir]
Reporter : Oryza A. Wirawan
Sumber : http://m.beritajatim.com/
--------------------------------------------------
Selasa, 30 September 2014 13:42:59
Merugi, Petani Tebu Berharap Jokowi Turun Tangan
Reporter : Brama Yoga Kiswara
Malang (beritajatim.com) - Nasib petani tebu di Kabupaten Malang mulai memprihatinkan. Alih-alih bisa meraup untung, musim giling dan panen tebu di wilayah ini justru membuat petani tebu total merugi.
Hal itu disebabkan nilai rendemen tebu turun drastis. Harga jual gula yang ditawarkan pabrikan pun justru mencekik keuntungan petani.
Tak ayal, dalam musim panen tebu tahun ini, nyaris para petani tebu merugi hingga ratusan juta rupiah. `Saat ini saya sudah rugi puluhan juta rupiah. Namun teman saya di Kecamatan Gondanglegi, rugi ratusan juta karena sudah menyewa lahan tebu cukup luas. Saat dipanen, ternyata harga gula murah dan rendemen tebunya turun,` ungkap Rahmatulah (47), warga Desa Sukonolo, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, Selasa (30/9/2014) siang.
Dengan hanya bisa menahan kecewa, Rahmatullah mengungkapkan, dirinya punya lahan diatas 3 hektar tebu. Biaya operasional per hektarnya mencapai Rp 20 juta lebih. Saat dipanen, ternyata cuma dihargai Rp 27 juta per hektar. Jelas hal itu tidak cukup untuk biaya operasional dan perawatan tebu.
`Kalau harga normal dan maksimal, kami biasanya bisa memanen satu hektar lahan tebu dengan pemasukan Rp 40 juta. Sekarang, tidak sampai separuh,` tuturnya.
Pada musim panen tahun ini, beber Rahmatullah, harga pupuk juga sangat mahal. Sementara harga gula turun di kisaran Rp.8500 per kilogramnya. Padahal tahun lalu harga gula masih diatas sepuluh ribu rupiah per kilo. Dengan kondisi sekarang, dipastikan tidak ada petani tebu yang beruntung. Justru, mereka harus terlilit utang cukup banyak.
Hal senada juga dijelaskan Syafi'i, petani asal Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang. Kata dia, petani tebu saat ini, hanya bisa berharap kepada pak Jokowi, sebagai presiden terpilih.
`Semoga Pak Jokowi bisa menolong dan memperhatikan nasib petani tebu yang rugi tahun ini. Hal itu disebabkan maraknya gula rafinasi dengan harga jauh lebih murah,` ujarnya.
Ia menambahkan, pemerintahan yang baru nantinya diharapkan betul-betul memikirkan nasib petani. Petani tebu kini merugi semua, tolong perhatikan ya pak Jokowi. Saya yakin pak Jokowi akan kasihan pada rakyat kecil, karena beliau itu juga pernah jadi rakyat kecil yang miskin,` beber Syafi'i. [yog/but]
Sumber : http://m.beritajatim.com
-------------------------------------------
Senin, 29 September 2014 21:26:10
Impor Memicu Harga Gula Terpuruk
Reporter : Renni Susilawati
Surabaya (beritajatim.com) - Ada gula ada semut, secara harafiah perumpaan itu sudah jelas sekali menunjukkan begitu manisnya gula. Namun akhir-akhir ini gula tak semanis perumpaannya. Terutama bagi petani tebu yang nantinya diolah menjadi gula dan industri gula itu sendiri.
Petani tebu mengeluhkan harga gula yang semakin hari semakin kurang baik. Bahkan saat ini harga gula di pasaran mencapai titil terendahnya, yakni Rp 8.100 per kg. Padahal HPP sesuai dengan aturan pemerintah Rp 8.700 per kg. Harga ini telah membuat gesekan yang tajam antara petani dan pabrik gula.
Salah satu aksi yang cukup menyorot perhatian publik adalah aksi demonstrasi petani tebu di Jatim ke gedung DPRD Jatim dan kantor PTPN XI. Para petani minta top manajemen PTPN XI mundur, karena melepas produk gula dengan harga yang rendah dan banyak petani yang tak dibayar sesuai HPP. Namun disisi lain jajaran manajemen PTPN XI pun mengeluh karena stok gula sudah semakin banyak dan jika tak dilempar kepasaran meskipun harga sedang murah, biaya produksi pabrik membengkak dan PTPN XI tak mampu memenuhi kebutuhan operasionalnya termasuk membayar panen petani dan pegawai pabrik.
Kondisi ini bagai buah simalakama bagi manajemen perusahan gula nasional. PTPN XI hanya satu kasus, tapi di Indonesia ada belasan perusahaan gula. Jeritan mereka sama, harga sudah tak lagi memihak petani dan industri gula nasional.
Mereka yang bergumul dalam industri gula hulu yang terikat dalam organisasi Ikatan Ahli Gula Indonesia (IKAGI) dan PTPN XI agaknya satu suara menyebutkan jika kebijakan impor gula yang berlebihanlah yang membuat mereka merana.
“Penurunan harga ini dipicu dengan kebijakan pemerintah yang melakukan impor gula terlalu berlebihan,` ucap M. Khoiri, Corporet Sekretaris Perusahaan PT Perkebunan Nusantara (PTPN XI) beberapa waktu lalu.
Hal yang sama juga diamini, Ketua Umum Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi) Subiyono dimana impor harus membuat mereka tertatih.
`Saya tidak percaya pada angka-angka yang akhirnya memutuskan ada impor yang berlebihan. Tetapi lihat saja cara pasar merespon gula impor, kalau gula banjir dipasaran tentunya harga murah, berarti antara suplay dan demand sudah tak berimbang,` ucap Subiyono.
Dikatakan, harga gula yang ditawarkan oleh luar negeri seperti Thailand memang murah dikisaran Rp Rp 4.500 per Kg hingga Rp 5.000 per Kg. Tetapi keberlangsungan hidup petani dan industri gula nasional juga harus diselamatkan pemerintah dengan cara mengatur impor dan memberikan suasana bisnis yang kondusif bagi petani dan industri gula nasional.
Subiyono mengaku bahwa ketidak pekaan pemerintah tak hanya mematikan industri gula di Indonesia tetapi juga petani tebu yang menggantungkan nasibnya pada hasil tebu yang hanya dapat dipanen 6 bulan sekali itu. Jika tebu tak menggiurkan lagi, maka petani pun bisa ngambek tak mau lagi menanam tebu.
Hal yang sama juga diungkap M Kholidi, Sekretaris Perusahaan PTPN X, yang selalu menjadikan petani sebagai sasaran kebijakan yang kurang berpihak. Tak hanya impor gula yang berlebihan membuat petani tebu merana, seringkali berbagai produk petani mulai dari sembako hingga sayuran menjadi 'pemadam kebakaran' pertama yang dikorbankan demi menurunkan inflasi.
`Saat inflasi naik, pemerintah pasti tergopoh-gopoh mengendalikan harga agar turun lagi. Tapi bagaimana dengan produk konsumtif lainnya, apakah perlakuannya juga sama? Petani memang masyarakat yang terlemah dari rantai pemerintahan, tapi ini akan membuat Indonesia kehilangan banyak lahan pertanian jika tak segera diseriusi,` tutur Kholidi.
Lalu langkah apa yang harus ditempuh petani dan industri gula untuk melindungi keberlangsungan mereka? [rea/but]
Sumber : http://m.beritajatim.com/
-------------------------------------------
Kamis, 25 September 2014 01:02:10
Biaya Produksi Naik, Harga Jatuh, IKAGI Prihatin Bisnis Gula
Reporter : Renni Susilawati
Surabaya (beritajatim.com) - Harga gula terus bergulir turun akibat banyaknya masuk gula impor. Tak hanya petani saja yang menjerit tetapi juga para manajemen pabrik gula di Jatim yang tergabung dalam Ikatan Ahli Gula Indonesia (IKAGI).
Menurut Ketua Umum Ikatan Ahli Gula Indonesia (IKAGI) Subiyono, Pemerintah harusnya memberikan kondisi yang kondusif bagi bisnis tebu bisa tetap terjaga. Bukan malah menggerojok dengan gula impor.
`Awalnya, saya percaya kalau Indonesia kurang gula banyak sekali. Ternyata angka-angka itu tak bisa dipercaya, karena yang saya lihat suplay barangnya melimpah dipasaran sehingga harga menjadi turun. Petani menjerit sedangkan kami para pengelola pabrik gula pun terjepit,` akunya disela acara Temu Lapang Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi) yang diikuti sekitar 300 praktisi dan pakar gula se-Indonesia, Rabu (24/9/2014).
Dikatakan, sebab kalau pabrik gula menjual semua gulanya dengan harga yang sama dengan harga pasar, maka pabrik dianggap tak taat pada aturan pemerintah. Tapi disisi lain karyawan pabrik juga minta gaji.
Dikatakan, selama lima tahun terakhir mulai 2009-2013, biaya pokok produksi (BPP) gula petani terus meningkat 58 persen dari sekitar Rp 5.100 per kilogram menjadi Rp 8.070 per kilogram. Namun, harga lelang gula dari 2009 ke 2013 cuma naik 22,88 persen dari Rp 7.056 per kilogram menjadi Rp 8.671 per kilogram.
Bahkan, tahun ini lebih rendah lagi ke level di bawah Rp 8.500 per kilogram. Lebih oronis lagi harga dipasaram hanya Rp 8.100 per Kg.
`Masalahnya memang kompleks, mulai dari tata niaga sampai penyimpangan (moral hazard), tapi intinya kita tahu bahwa gula tak bisa lagi jadi sandaran utama keberlangsungan pabrik-pabrik yang ada,` ujarnya.
Subiyono mengatakan, tidak hanya di Indonesia, di berbagai negara, biaya produksi gula terus meningkat. Di Brasil, misalnya, pada 2013, harga raw sugar US 19 cent/pound atau US$ 418,87 per ton baru menutup biaya operasional, belum termasuk bunga kredit perbankan dan perpajakan. Belum lagi negara di luar Brasil yang jelas-jelas produksinya belum bisa seefisien Brasil.
Di tengah kenaikan biaya produksi itu, harga gula dunia relatif stagnan, bahkan mengalami penurunan. Harga gula dunia 2013 tercatat sebagai yang terendah dalam empat tahun terakhir, yaitu USD 489,80 per ton. Tahun 2014 harga gula dunia juga belum beranjak naik, masih berkisar USD 470 per ton
Subiyono menjelaskan, bagi negara-negara importer murni (tidak memproduksi gula sama sekali), rendahnya harga gula dunia tentu menguntungkan. Demikian pula untuk negara produsen namun juga melakukan impor skala kecil, harga gula dunia yang rendah cukup menguntungkan.
`Namun, bagi negara produsen dan sekaligus importer gula besar seperti Indonesia, turunnya harga gula dunia sangat meresahkan, karena gula impor yang masuk dengan harga rendah sangat memukul industri gula dalam negeri yang digerakkan oleh para petani tebu rakyat,` tandas Subiyono. [rea/ted]
Sumber : http://m.beritajatim.com/
---------------------------------------------
Selasa, 23 September 2014 11:46:58
Impor Gula Membuat PTPN XI Merana
Reporter : Renni Susilawati
Surabaya (beritajatim.com) - Tuntutan petani tebu sudah terdengar lama di telinga para manajemen PT Perusahaan Negara XI (PTPN XI) termasuk permintaan petani yang ingin mendapatkan dana talangan Rp 8.500 per Kg gula.
Namun menurut Sekretaris PTPN XI, M Khoiri, pihaknya sudah tak lagi memiliki kewajiban memberikan dana talangan seperti aturan pemerintah yakni sebanyak Rp 8.500 per Kg. Karena sejak 2011, PTPN XI sudah tidak lagi menjadi importir.
Tak hanya itu saja, tudingan petani tebu yang dianggap kurang transparan menurut Khoiri tak beralasan mengingat penghitungan rendemen tebu dilakukan langsung saat tebu tiba dipabrik. Dan rata-rata rendemen tebu di Jatim mencapai 7 persen. `Semua proses kami lakukan dengan transparan, petani juga tahu,` ucapnya.
Terkait dengan kondisi bisnis PTPN XI saat ini, Khoiri punya mengaku saat ini gula impor dipasaran berlimpah sehingga harga gula lokal rendah dan PTPN XI terus mengalami kerugian.
`Harga gula saat ini mengalami titik terendah dalam tiga tahun terakhir, yakniRp 8.100/kg. Padahal menurut aturan SK Menteri Perdagangan nomor 45/M-DAG/Per/8/2014 mematok harha gula terendah hanya Rp 8.500 per Kg,` bebernya.
Banyaknya gula impor dipasaran ditambah melimpahnya panen serta harga yang memburuk buat, stok gula milik pabrik gula dan petani tebu di Jatim pun menumpuk. PTPN XI mencatat stok terakhir pada Agustus lalu mencapai 410 ribu ton gula. Sebelumnya stok malah cukup besar yakni sekitar 600 ribu ton.
`Padahal kebutuhan Jatim sendiri hanya 50-60 ribu ton perbulannya. Tetapi kami juga tak bisa menjual keluar Jawa karena di luar Jawa gula impor lebih murah. Hal ini yang membuat pabrik menjadi terkatung-katung,` tandasnya.
Menumpuknya barang yang tidak terserap pasar akan menjadi masalah bagi pelaku industri. Penumpukan gula itu akan berpengaruh terhadap cash flow dan likuiditas keuangan perusahaan.
Ketua Serikat Pekerja Perkebunan PT PTPN XI, Beat Sorianto meminta agar segera turun tangan mengatasi masalah impor gula yang berlebihan ini. `Impor boleh saja karena secara nasional kebutuhan akan gula memang turun. Tapi jangan sampai mematikan kami juga,` harapnya.[rea/kun]
Sumber : http://m.beritajatim.com
----------------------------------------------------
Jumat, 26/09/2014
Kebijakan Gula Nasional Belum Berpihak Petani
Jakarta – Kebijakan pemerintah soal gula yang masih mengutamakan impor dinilai belum berpihak pada petani. Bahkan, Direktur Utama PT Gendhis Multi Manis Kamajaya mengatakan kebijakan gula masih terkendala oleh birokrasi. “Birokrasi itu seperti terpisahnya kewenangan berbagai kementerian, seperti produk pertanian yang pemasarannya diatur oleh Kementerian Perdagangan, alat-alat produksi ada di Kementerian BUMN, dan terkait dengan pertanian ada di Kementerian Pertanian,` kata Kamajaya di Jakarta seperti dikutip Antara, Rabu (24/9).
Lebih lanjut, ia juga mengatakan bahwa Kementerian Perdagangan dinilai belum melihat kondisi riil petani tebu di lapangan sehingga sering membuat kebijakan impor yang justru merugikan petani gula. “Kebijakan impor yang banyak diputuskan oleh Kementerian Perdagangan tidak begitu memperhatikan nasib para petani,” katanya.
Menurut dia, kebijakan impor gula itu harus benar-benar dipertimbangkan. Bagi Kamajaya, langkah impor cukup dilakukan sekali setahun tidak seperti selama ini dua kali setahun. `Jika dua kali setahun, itu justru akan memukul petani tebu sehingga hasil panen mereka tidak terserap pasar. Impor jangan dilakukan saat masa panen karena jika kebijakan itu dilakukan produk dari petani lokal mau tidak mau harus bersaing dengan gula dari luar,` katanya.
Dia mengusulkan agar kewenangan dari Kementerian Perdagangan dipangkas untuk kebijakan yang menyangkut komoditas pangan yang berbasis komunitas besar seperti gula, padi, jagung, peternakan, dan perikanan. `Harus diatur oleh kementerian yang benar-benar tahu kondisi di lapangan,` kata dia.
Menyoroti kebijakan impor yang dilakukan dua kali setahun, Kamajaya menganggap hal itu sebagai sesuatu yang berlebihan. `Setahun sekali impor itu akan membantu pasokan gula dalam negeri. Akan tetapi, kalau dua kali, itu akan ada unsur negosisasi dalam prosesi impor gula yang akan merugikan petani gula,` kata dia.
Kebijakan impor dua kali setahun, masih kata Kamajaya, tidak diperlukan karena sejatinya produksi dalam negeri itu dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri. `Biarlah nanti Bulog itu disebut monopolis jika nanti mereka mengelola pembatasan gula impor hanya 1,5 juta ton. Dengan begitu, para pengimpor mau tidak mau juga harus membeli produk dari petani,` kata dia.
Sejauh ini, Indonesia masih bergantung pada gula impor untuk keperluan gula konsumsi rumah tangga/gula kristal putih (GKP) maupun industri. Menurut Kemdag, kebutuhan gula konsumsi nasional sekitar 2,6 juta ton/tahun dan sekitar 2,3--2,4 juta ton/tahun mampu diproduksi di dalam negeri. Sementara itu, Indonesia masih mengimpor 100 persen untuk kebutuhan gula industri (rafinasi) untuk industri makanan dan minuman.
Tingkatkan Produksi
Staf Khusus Presiden Bidang Pangan dan Energi, Harianto menyatakan setidaknya ada empat langkah kebijakan yang bisa dilakukan oleh pemerintah mendatang untuk dapat meningkatkan produksi gula di dalam negeri. Pertama, kata dia, perlu adanya penerapan tarif impor gula mentah yang disesuaikan dengan harga pokok produksi gula kristal dalam negeri. “Tarif impor disesuaikan dengan harga gula mentah di pasar internasional, sehingga harga jual gula rafinasi minimal sama dengan harga pokok produksi gula kristal,” ucapnya
Kedua, stabilisasi harga gula konsumsi di tingkat konsumen perlu terus dijaga agar tidak merugikan industri makanan minuman skala mikro dan rumah tangga sehingga tidak menyumbang pada inflasi. Hal ini dapat dilakukan dengan memastikan kebutuhan pasar gula konsumsi (gula kristal) terpenuhi, baik dari produksi gula petani maupun dari gula rafinasi (apabila masih kurang).
Ketiga, untuk menjaga stabilitas harga gula petani, maka perlu dicegah rembesan gula rafinasi ke pasar gula konsumsi. Harga lelang gula kristal milik petani dan pabrik gula harus mampu memberikan insentif untuk petani meningkatkan produksinya. Biaya usahatani dan pengolahan tebu perlu dihitung dengan cermat untuk dapat menentukan HPP gula yang masih memberikan keuntungan memadai bagi petani tebu.
Keempat, untuk mencegah harga gula menyumbang pada inflasi, maka perlu kebijakan stabilisasi harga di dua tingkatan, yaitu stabilisasi harga di tingkat pasar lelang gula milik petani tebu dan stabilisasi harga di tingkat pasar konsumsi gula kristal. “Untuk stabilisasi harga di dua tingkatan pasar ini, pemerintah perlu memiliki lembaga yang dapat dijadikan instrumen. Jika ada lembaga yang ditunjuk sebagai lembaga dengan tugas menjaga stabilisasi harga di dua tingkatan ini, maka harus ada penguatan dan mekanisme yang membuat lembaga tersebut efektif. Stabilisasi harga di pasar lelang gula milik petani berarti lembaga tersebut harus membeli pada saat harga di bawah HPP,” jelasnya.
Sumber : http://www.neraca.co.id
--------------------------------------------------------
MINGGU, 13 JULI 2014 | 12:46 WIB
Dahlan Tagih Janji Importir Gula Rafinasi
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan menagih janji perusahaan importir gula rafinasi yang katanya akan segera membuat pabrik gula dalam negeri. `Jangan hanya mau untungnya saja dari perdagangan, tapi enggak mau memajukan dalam negeri,` ujar Dahlan di kantornya, Jumat, 11 Juli 2014.
Dahlan menerangkan, pemerintah terus berupaya memacu produksi gula dalam negeri dengan memodernisasi pabrik gula tua, membangun pabrik baru, memperbaiki manajemen tanam dan irigasi, hingga memberi perlindungan harga terhadap petani. `Jadi ini harus bareng,` katanya.
Untuk mengejar target itu, dalam tiga-empat tahun ke depan, pemerintah terus melakukan perbaikan untuk memacu produksi dalam negeri, sehingga impor gula bisa terus berkurang. `Kini irigasinya sudah pakai sistem tornado. Dulu tanamannya dibiarkan, sekarang sudah maju sekali. Tapi kalau terganggu dengan harga seperti ini, petani enggak mau tanam tebu,` ujar Dahlan.
Selain itu, untuk menjaga semangat petani lokal, pemerintah terus melakukan pengawasan agar gula rafinasi dari impor tidak masuk atau rembes ke pasar tradisional, sehingga harga gula lokal menjadi anjlok. `Nanti bisa seperti ayam dan telur. Kita mau meningkatkan produksi dalam negeri, tapi petani enggak mau tanam tebu,` ujarnya.
Menurut Dahlan, importasi gula saat ini terbilang masih tinggi kendati pemerintah sudah memiliki banyak pabrik gula. `Soalnya memang masih kurang kira-kira 1,5 juta ton, jadi ya harus impor,` katanya. Saat ini kebutuhan gula dalam negeri mencapai tiga juta ton, namun produksi lokal baru mampu 1,7 juta ton.
Sumber : http://www.tempo.co
------------------------------------------
SENIN, 14 JULI 2014 | 16:18 WIB
PT RNI Akan Tutup Dua Pabrik Gula di Cirebon
TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan pelat merah PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) mengatakan bakal menutup dua pabrik gulanya di Cirebon pada tahun ini. Direktur Utama RNI, Ismed Hasan Putro mengatakan kebijakan itu dibuat karena maraknya gula rafinasi yang merembes di pasar tradisional yamng menyebabkan pabrik gulanya merugi.
“Kami jual produk kami ke pedagang, mereka pada tidak mau beli, soalnya sudah beli gula rafinasi yang harganya jauh lebih muah Rp 500 per kilo gram,” katanya ketika dihubungi Tempo 14 Juli 2014.
Kondisi seperti itu, kata dia, membuat pabrik gula milik RNI sulit bersaing melawan gempuran gula rafinasi. Apalagi dua pabrik yang berencana ditutup itu merupakan pabrik yang sudah berumur ratusan tahun. Singkatnya, pabrik tersebut tidak efisien. “Kenaikan biaya per tahun 8-9 persen sedangkan pertumbuhan harga 1 sampai 2 persen,” katanya.
Perseroan, kata dia, menanggung rugi sebesar Rp 120 miliar tahun lalu untuk lima pabriknya di derah Jawa Barat. Tahun ini diperkirakan membengkak hingga Rp 150 miliar. Maka itu, pengurangan pegawai menjadi dampak yang pasti terjadi. ”Lebih minimal kerugiannya bila bayar pesangon,” katanya.
Ia berharap masalah gula rafinasi ini menjadi fokus Kementerian Perdagangan. Musababnya selama ini Kementerian dinilai bekerja kurang serius. Akhirnya petani gula nasional yang dirugikan karena kalah bersaing dengan gula impor rafinasi. “Apa yang diomongkan pejabat (kemendag) berbeda dengan kondisi lapangan,” katanya.
ANANDA PUTRI
Sumber : http://www.tempo.co