21 Jun 2006
Sebaliknya, kata M. Iqbal, Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), lembaganya dapat melakukan pemeriksaan dan putusan soal pelanggaran UU No. 5/1999 terhadap pelaksanaan lelang gula yang melibatkan pelaku usaha. Tetapi, lanjutnya, KPPU hanya dapat sekadar memberikan saran kepada pemerintah jika nantinya terbukti menyalahi aturan usaha sehat.
"Kami harus pelajari SE Mendag soal lelang gula itu, karena memang terkait dengan kebijakan lainnya (tata niaga gula). Kami mengkaji dulu, apakah memang ada kaitan maksud dan tujuan. Kedua, apakah punya potensi antipersaingan sehat," ujarnya kepada Bisnis.
Dalam hal ini, imbuhnya, KPPU dapat mengungkapkan soal transparansi lelang gula, apakah telah memberikan peluang dan kesempatan sama kepada pelaku usaha lainnya.
Menurut Iqbal, sebelumnya keluarnya SE Mendag soal lelang itu, KPPU sedang melakukan pemeriksaan pendahuluan kepada sejumlah perusahaan yang mengikuti lelang gula PTPN XI, termasuk pemeriksaan kepada BUMN itu sendiri. Hal itu, lanjutnya, setelah adanya unsur diskriminatif pelaksanaan lelang.
Dia menambahkan KPPU tidak menetapkan target waktu kajian terhadap SE Mendag soal lelang gula itu. Tetapi, dia memperkirakan kajian itu tidak akan membutuhkan waktu lama, karena KPPU telah mempunyai bahan kajian struktur industri gula nasional.
Tak perlu diatur
Sementara itu, kalangan produsen gula berharap pemerintah tidak mengatur harga gula terlalu jauh, termasuk dalam penetapan batas maksimum harga lelang di tingkat produsen Rp5.200 per kg.
Poerwanto, Direktur Pemasaran PTPN XI, mengatakan intervensi pemerintah yang dituangkan dalam Surat Mendag No. 523/M-DAG/6/2003 tanggal 19 Juni 2006 tentang Stabilisasi Harga Gula tersebut menunjukkan kepanikan di tengah ketidakmampuan dalam mengendalikan HET Rp6.000 per kg (Jawa) dan Rp6.200 per kg (luar Jawa).
"Ini buruk bagi produsen, karena selain pabrikan dikenai PPN 10% juga diwajibkan membukukan laba usaha sebesar-besarnya, dan sebagian juga disetor ke pemerintah sebagai dividen," ujar Poerwanto kepada Bisnis, kemarin.
Adig Suwandi, Associated Corporate Secretary PTPN XI menyatakan harga gula harus tetap diserahkan kepada mekanisme pasar, tetapi sebagai jaring pengaman bisa saja ditetapkan harga terendah dan harga eceran tertinggi (HET).
Menurut dia, dalam melakukan transaksi lelang para peserta sudah mempertimbangkan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap terbentuknya harga.
Sementara itu, para broker gula tidak mengindahkan SE Mendag tersebut yang memaksa agar produsen menjual gulanya maksimal seharrga Rp5.200 per kg.
Para broker-pedagang mengaku khawatir SE tersebut bisa disalahgunakan oknum polisi politisi dan jaksa untuk memeras mereka jika saja ada lelang gula di tingkat produsen yang terjual lebih dari Rp5.200 per kg seperti disebut di SE itu.
"Kita juga tidak tau mesti ngapain, nih. Apa maksudnya SE itu? Kalau gitu lebih baik ya tidak usah ada lelang, pabrik jual saja langsung Rp5.200 per kg. Nanti kalau harga lelang lebih, bagaimana, pidana?" kata satu broker nasional di Jakarta, kemarin.
Tapi meski was-was, dia mengatakan, sejauh ini para broker, pedagang, termasuk pabrikan, seolah tak menggubris SE tersebut. Dia menyebut lelang 5.000 ton gula PT RNI yang sempat tertunda 19 Juni lalu, yang akhirnya dimenangkan Piko kemarin seharga Rp5.250 per kg.
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan Ardiansyah Parman yang dihubungi di Yogyakarta kemarin untuk menjelaskan persoalan SE tersebut tidak mengangkat telepon genggamnya.
© Inacom. All Rights Reserved.