06 Jul 2006
China saat ini diketahui membutuhkan 1 juta ton karet per tahunnya, sedangkan produksi negara ini hanya 50.000 ton per tahun. Untuk menutupi kekurangan pasokan itu, negeri Tirai Bambu itu mengimpor karet dari Asia.
India hanya memproduksi karet kurang dari 50.000 ton per tahun atau jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan total kebutuhan domestik yang mencapai 400.000 ton per tahun.
Seiring perkembangan ekonomi China, industri otomotif di negara ini juga makin tumbuh. Hal ini berdampak pada peningkatan kebutuhan karet untuk ban kendaraan. Untuk setiap kendaraan yang dihasilkan China, membutuhkan sedikitnya 75 kg karet.
"Demi memenuhi kebutuhan karet untuk industri mobil, pemerintah China menerapkan langkah meningkatkan stok komoditas. Itulah salah satu pemicu harga karet dunia terus naik," kata Harry Tanugraha, pemerhati pasar karet dunia kepada Bisnis, Selasa.
India, lanjut dia, juga mengikuti langkah stok komoditas yang dilakukan China.
Menyinggung kuatnya pengaruh pergerakan harga minyak terhadap fluktuasi harga karet, dia mengatakan hal itu disebabkan karet sintetis yang merupakan produk derivative dari minyak mentah.
"Begitu harga minyak naik, harga karet sintetis ikut bergerak. Karena faktor ini, masyarakat tentu akan beralih menggunakan karet alami, akibatnya tentu saja harga karet alami ikut meningkat," ujar Harry.
Permintaan karet yang terus bertambah ini dikatakannya akan menggairahkan ekspor karet Indonesia, negara produsen komoditas terbesar ketiga dunia.
Saat ini harga karet yang di ekspor Indonesia di pasar global mencapai US$2 per kg. "Harga US$ 2 ini masih bagus untuk ekspor," katanya.
Nilai ekspor karet Indonesia menurut data periode Januari-Mei 2006 mengalami pertumbuhan hingga mencapai US$776 juta. Karet menjadi salah satu penyumbang terbesar untuk ekspor nasional.
Menurut Harry, pengusaha karet dunia maupun nasional mesti menjaga agar harga karet tetap stabil. Kondisi ini akan tercapai dengan menjaga agar produksi lebih besar dari kebutuhan.
© Inacom. All Rights Reserved.