Mendag: Molase harus dibeli sesuai harga internasional
Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan jika pemerintah memutuskan untuk memprioritaskan produk molase (tetes tebu) ke pasar domestik maka produk tersebut harus dibeli dengan harga internasional.
`Jika ada keinginan untuk meningkatkan produksi dalam negeri, sehingga tetes tebu [molase] diprioritaskan untuk perdagangan dalam negeri itu wajar saja, asal dibeli dengan harga internasional,` kata Mendag di Jakarta, kemarin.
`Biasanya pelarangan ekspor akan menurunkan harga. Jadi fair atau tidak? Pelarangan ekspor itu berarti ada tataniaga, jadi mesti ada kompensasi untuk yang dirugikan, supaya adil,` tambahnya.
Mendag menegaskan saat ini Depdag masih mempelajari kemungkinan adanya pihak yang dirugikan, baik eksportir maupun produsen, atas pembatasan ekspor molase melalui pengenaan Pungutan Ekspor (PE) dan tata niaga.
Harga molase di luar negeri, saat ini mencapai US$105-US$110 per ton sedang harga di dalam negeri US$60-US$81 per ton. Produksi molase pada 2005 mencapai 1.305.454 ton dan ekspor molase sebesar 227.704 ton sedangkan impornya sebesar 52.861 ton.
Permintaan pembatasan ekspor molase kali pertama diungkapkan Persatuan Pabrik Modosodium Glutamate dan Glutamic Acid Indonesia (P2MI) dan Asosiasi Industri Agro Spiritus dan Ethanol (AIASE) pada Mei 2006.
Keduanya khawatir kesulitan akan kenaikan dan kelangkaan bahan baku. Pemerintah lalu merespons tuntutan tersebut dan menyatakan akan membatasi ekspor molase dengan mengenakan PE dan menerapkan tata niaga.
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan Diah Maulida pekan lalu mengatakan pemerintah memandang perlu pembatasan ekspor tetes tebu agar ke depan kedua industri tersebut masih tetap hidup.
`Berapa besaran PE-nya sampai sekarang masih digodok di Departemen Perindustrian. Nah, kita di Depdag melihat bagaimana tata niaganya, apakah akan diberikan kuota atau pembatasan eksportir saja,` katanya.
Dirjen Daglu berharap kajian pembatasan ekspor itu bisa segera diselesaikan, karena bagaimanapun keputusan ini sekaligus merupakan antisipasi atas tren kenaikan kebutuhan dunia akan molase sebagai bahan baku energi pengganti minyak, bahan bakar nabati.
Sumber: Bisnis Indonesia