Berita Terbaru

26 Jul 2006

Ekspor Molase Distop Industri Bahan Bakar Nabati Perlu Dukungan

Ekspor Molase Distop Industri Bahan Bakar Nabati Perlu Dukungan
Departemen Perindustrian meminta ekspor tetes tebu (molase) dihentikan. Penghentian ekspor tetes tebu dinilai penting karena produksi bahan baku pembuatan etanol tersebut masih amat terbatas. Padahal, pengembangan industri etanol mendesak untuk mencukupi kebutuhan energi yang berasal dari bahan bakar nabati di dalam negeri.

"Saya sudah menyampaikan usulan penghentian ekspor tetes tebu itu kepada Departemen Perdagangan dan Departemen Pertanian, "ujar Menteri Perindustrian Fahmi Idris saat berbicara dalam acara sosialisasi Pelaksanaan Program Biofuel yang diselenggarakan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Selasa (25/7).

 

Produksi etanol saat ini sekitar 170.000 kiloliter (kl) per tahun. Dari jumlah tersebut, 143.000 kl digunakan untuk kebutuhan dalam negeri, terutama untuk minuman beralkohol dan farmasi, sisanya 27.000 kl diekspor. Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, industri masih mengimpor 4.000 kl etanol per tahun.

 

Etanol dapat diproses menjadi bioetanol, selanjutnya dapat menjadi gasohol jika dicampur dengan premium. Bioetanol merupakan satu dari tiga jenis bahan bakar nabati (biofuel), selain biodiesel dan bio-oil. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro mengatakan, bioetanol diproyeksikan bisa menggantikan sekitar 10 persen porsi premium untuk transportasi pada tahun 2009.

 

Departemen Perindustrian dengan dukungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2006 akan membangun delapan pabrik biodiesel. Pabrik-pabrik itu terdiri atas empat pabrik skala 6.000 ton per tahun yang masing-masing berlokasi di Provinsi Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, dan Sumatera Barat, serta empat pabrik skala 300 ton per tahun yang masing- masing berlokasi di Provinsi Banten, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

 

Kapasitas diturunkan

 

Ketua Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) Alhilal Hamdi mengatakan, untuk memperluas efek bergulir dari program biofuel, kemungkinan kapasitas pabrik akan dikurangi sehingga jumlahnya bisa diperbanyak. "Kalau kapasitasnya diubah jadi 100 ton per hari, makin banyak pabrik yang bisa dibangun di daerah berarti semakin banyak tenaga kerja yang bisa diserap," kata Alhilal.

 

Tim Pengembangan BBN harus segera merampungkan usulan insentif fiskal dan nonfiskal yang akan diberikan kepada investor pengembang BBN dalam dua minggu ini. Sejumlah opsi yang sedang dikaji oleh tim antara lain pemberian keringanan pajak kepada perusahaan yang mengeluarkan dana riset dan pengembangan BBN.

 

Selain itu juga dikaji keringanan pajak pertambahan nilai untuk bahan baku BBN di dalam negeri. "PPN untuk bahan baku BBN di dalam negeri sekurang-kurangnya sama dengan ekspor supaya lebih kompetitif sehingga pasar dalam negeri dilirik pengusaha," ujar Alhilal.

 

Ia mencontohkan, pengusaha memilih mengekspor minyak sawit mentah karena dari besaran PPN yang dikenakan masih lebih menguntungkan daripada memasok ke dalam negeri untuk kebutuhan biodiesel.

 

Ketua Kadin MS Hidayat mengatakan bahwa kejelasan penetapan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk biofuel amat dibutuhkan kalangan usaha.

 

Sumber: Kompas

Logo KPBN

Contact Us

Jl. Cut Meutia NO. 11, RT. 13, RW. 05, Cikini, Menteng, Kota Jakarta Pusat, DKI Jakarta. Kode Pos. 10330

(021)3106685, (021)3907554 (Hunting)

humas@inacom.co.id

PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara

Social Media

© Inacom. All Rights Reserved.