26 Jun 2006
Pabrikan juga khawatir fenomena itu mengancam target swasembada gula 2009.
"Ketersediaan pupuk merupakan faktor produktivitas yang sangat signifikan. Bila produksi pupuk dalam negeri dirasakan belum cukup, perencanaan impor harus dilakukan sejak awal," kata Associated Corporate Secretary PTPN XI Adig Suwandi di Surabaya, kemarin.
Adig mengatakan hingga kini pupuk merupakan komponen agroinputs dengan pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan, perkembangan, dan hasil panen tebu petani. Berat tebu dan rendemen bisa lebih rendah kalau pupuk tidak teraplikasikan secara tepat waktu.
Di samping itu, pemberian pupuk tidak saja memerlukan ketepatan jenis dan dosis, tapi juga ketepatan waktu. Karena itu, lanjut dia, menjadi persoalan serius kalau pada saat diperlukan pupuk tidak tersedia.
Petani sendiri, masih lebih senang membeli pupuk dengan harga sedikit mahal, asal tersedia tepat waktu. Secara umum, tebu menggunakan 600-800 kg ammonium sulfat (ZA), 150-200 kg SP-36, dan 100-150 kg KCl per hektar dan tergantung pada tingkat kesuburan tanah.
Untuk mengatasi fenomena kelangkaan pupuk, pabrikan sendiri menggencarkan sosialisasi penggunaan pupuk organik (biofertlizer) yang berasal dari limbah padat pabrik berupa campuran blotong, abu ketel, dan ampas yang telah didekomposikan.
Menurut Adig, selain bisa mengurangi jumlah pupuk anorganik, biofertilizer juga berperan penting dalam memperbaiki sifat fisik tanah, sehingga tanah lebih kompak mampu menahan air dalam waktu yang lebih lama..
Terkait dengan swasembada gula, Adig berpendapat langkah-langkah mendasar yang telah ditempuh pemerintah guna meningkatkan produksi gula nasional menuju swasembada dan kemandirian pangan yang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir mutlak dilanjutkan.
Setidaknya, kata dia, aksi program tersebut dilakukan hingga terwujudnya daya saing industri gula yang kuat dan saat liberalisasi perdagangan diterapkan. Selain proteksi, yang juga relevan adalah promosi menyangkut perbaikan internal budidaya tebu.
Kebijakan proteksi mencakup bea masuk, pembatasan impor secara ketat, dan penjaminan harga penyanggaan petani. Kebijakan promosi mencakup subsidi pupuk dan bunga atas kredit program dan bantuan pembongkaran keprasan lanjut untuk diganti varietas unggul.
Semua itu terbukti membangkitkan animo petani tebu untuk menanam tebu, melakukan intensifikasi budidaya dan ekspansi areal. Harga gula yang terus membaik, khususnya sejak 3 tahun terakhir, telah menyebabkan pabrik gula kembali mendapatkan bahan baku cukup.
Produksi gula meningkat dari 1,6 juta ton (1999) menjadi 2,24 juta ton (2005). Pada saat yang sama impor gula konsumsi turun dari 1,8 juta ton menjadi 300.000 ton (termasuk 110.000 ton buffer stock).
"Bila semua program yang digariskan berjalan lancar, bukan tidak mungkin dari hasil giling 2006 ini produksi gula nasional mencapai 2,4 juta-2,5 juta ton. Kalau pun impor diperlukan jumlahnya tidak terlalu banyak dan sebatas buffer stock," katanya.
© Inacom. All Rights Reserved.