Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah pakar yang tergabung dalam tim peneliti Collaborative Research Center 990 (CRC990) menyatakan industri kelapa sawit tidaklah menyebabkan emisi karbon. Sebaliknya sawit merupakan sumber penyerapan emisi.
Tim CRC990 terdiri atas para peneliti dari Universitas Jambi, Institut Teknologi Bogor, Universitas Tadulako, dan University of Gottingen Jerman. Tim tersebut melakukan penelitian soal peralihan fungsi hutan ke perkebunan sawit yang akan berlangsung hingga 2023 mendatang.
Koordinator CRC990 Aiyen Tjoa dalam acara pembukaan Kursus Kelapa Sawit Indonesia di Kementerian Luar Negeri RI, Senin (20/11) menepis semua anggapan buruk tentang kelapa sawit yang selama ini beredar.
“Riset menunjukkan lahan sawit muda yang berumur sekitar dua tahunan memang menjadi penyebab karbon meningkat. Tapi, lahan sawit yang sudah dewasa sekitar 10-12 tahunan itu malah menjadi sumber penyerapan karbon. Jadi, soal sawit sumber utama emisi itu salah, karena bukan hanya sawit saja yang menjadi faktor utama meningkatnya emisi,” kata Aiyen.
Selain itu, dia mengatakan meski selama ini industri sawit cenderung menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati, namun tanaman tersebut mampu meningkatkan jumlah bakteri dan jamur yang mampu mempertahankan kesuburan tanah. Penurunan keanekaragaman hayati, kata dia, mampu diupayakan dengan perbaikan manajemen kebun sawit itu sendiri.
Tak hanya itu, riset yang dilakukan Tim CRC990 tersebut juga membuktikan bahwa produksi sawit bisa dilakukan dengan teknik tumpang sawit, di mana para petani bisa sekaligus menanam sejumlah sayuran atau buah lainnya pada satu lahan yang sama seperti petai, jengkol, durian, dan meranti tembaga.
“Di Jambi teknik ini berhasil diaplikasikan, di mana kebun sawit ditanami dengan petai, jengkol, dan durian. Hasilnya, tidak hanya biodiversity bisa dipulihkan, tapi panen sawitnya juga meningkat,” kata Aiyen menambahkan.
Lebih lanjut, Aiyen mengatakan, industri sawit tidak selamanya merusak lingkungan jika para petani dan negara produsen terus berupaya meningkatkan sistem produksi yang berkelanjutan dengan mengutamakan aspek lingkungan.
Klaim Sejalan dengan Visi PBB
Sementara itu Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kementerian Luar Negeri RI, Siswo Pramono, mengatakan pengembangan produksi kelapa sawit Indonesia sejalan dengan salah satu agenda pembangunan berkelanjutan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau Sustainable Development Goals (SDGs), terutama dalam hal pengentasan kemiskinan.
Sebab, Siswo mengatakan, sekitar 40 persen lahan kelapa sawit di Indonesia dikelola petani kecil atau small holders. Jika komoditas ini terhambat, dia memaparkan, akan ada dampak yang cukup signifikan terhadap pemasukan para petani tersebut.
Maka dari itu, Siswo menyatakan jika ada yang menentang pengembangan komoditas sawit Indonesia, berarti tidak mendukung pencapaian pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
“Komoditas kelapa sawit itu adalah hajat hidup paling penting untuk petani kecil Indonesia. Jika ini terus didukung maka berapa juta orang yang bisa terangkat dari kemiskinan? Ini sejalan dengan upaya SDGs PBB,” papar Siswo dalam pembukaan Kursus Kelapa Sawit Indonesia di Kemlu RI, Senin (20/11).
“Kalau menentang pengembangan kelapa sawit, berarti menentang program SDGs di Indonesia karena kami percaya bahwa sektor ini memiliki potensi besar untuk mengentaskan kemiskinan,” tuturnya menambahkan.
Pernyataan itu diutarakan Siswo menyusul maraknya kampanye hitam yang menargetkan negara-negara produsen kelapa sawit seperti Indonesia. Pada April lalu, parlemen Uni Eropa bahkan mengeluarkan resolusi berjudul Palm Oil and Deforestation of Rainforest.
Resolusi itu memuat dampak industri sawit terhadap pembebasan lahan dan hutan yang terjadi di negara produsen minyak sawit seperti Indonesia. Sejumlah isu yang disoroti dalam resolusi itu menyangkut anggapan bahwa industri sawit merupakan penyebab deforestasi dan kebakaran hutan di Indonesia.
Pelanggaran HAM hingga proses produksi yang dianggap tidak memedulikan dampak lingkungan pun ikut menjadi perhatian Eropa terkait industri sawit Indonesia dan beberapa negara produsen lainnya. (gir)