14 Jun 2006
Dinas Perkebunan dan Kehutananan Kabupaten Sikka menyatakan, kerusakan tanaman kakao tahun ini merupakan yang terparah. Penanganannya tidak mudah karena lahan yang terserang hama dan penyakit itu demikian luas.
Awal pekan ini setidaknya tercatat 35.559 keluarga atau sekitar 60 persen penduduk Sikka terancam tidak dapat membeli beras, yang berarti juga terancam kelaparan. Sebagian di antara mereka bahkan sudah tiga bulan belakangan ini memakan putak (dari batang enau) atau bonggol keladi.
Berkaitan dengan itu, Selasa (13/6) kemarin Departemen Sosial menyetujui penggunaan 1.000 ton beras cadangan pangan nasional dari gudang beras Dolog. Bantuan itu diharapkan segera dibagikan merata. "Saya akan minta laporan gubernur sore hari ini (Selasa) untuk menghitung berapa ketersediaannya dan cukup untuk berapa lama. Soal pembagian secara teknis, terserah pemerintah daerah," kata Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah kepada pers di Jakarta.
Pemerintah, lanjutnya, tidak ingin memperdebatkan soal ada kelaparan atau tidak di Sikka. "Yang penting, saya sudah menyetujui pengeluaran 1.000 ton beras untuk rakyat," kata Bachtiar lagi.
Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kornelius Nggala, ketika ditemui kemarin, menjelaskan, pihaknya masih belum dapat memastikan hama dan penyakit kakao jenis apa yang menyerang tanaman rakyat saat ini. Karena itu, pihaknya belum bisa melakukan penanggulangan apa pun.
Menurut Kornelius, beberapa bulan lalu petugas dari Pusat Penelitian Tanaman Kelapa dan Kakao di Jember, Jawa Timur, sudah mengambil sampel buah dan tanaman kakao rakyat di Desa Rubit, Kecamatan Kewapante. Namun, pihaknya belum mendapatkan hasil penelitian laboratorium tersebut.
Berdasarkan catatan Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Sikka, hama dan penyakit yang menyerang tanaman kakao adalah pengerat buah kakao (PBK), busuk buah, Helopeltis sp, jamur upas, dan angin topan. Di sisi lain, saat ini sedikitnya 20 persen tanaman kakao merupakan tanaman berusia 30 tahun dan dari bibit kakao lokal. Selebihnya, tanaman berusia 20 tahun dan dari bibit kakao hibrida.
Kerusakan tanaman kakao terparah terjadi di lahan seluas 9.986,95 hektar atau sedikitnya 5,3 juta pohon. Penyakit terbanyak adalah PBK yang menyerang kakao di lahan seluas 3.700 hektar. Penyakit ini menyerang tunas dan buah kakao dan mengakibatkan buah keras, kehitaman, serta isinya kecoklatan.
Sejauh ini, lanjut Kornelius, pihaknya telah mengajukan usulan langkah-langkah penanganan kepada Bupati Sikka dan Dinas Perkebunan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Usulan itu di antaranya adalah bantuan bibit baru untuk peremajaan, bantuan pupuk serta ternak. Total anggaran yang diajukan sekitar Rp 20 miliar.
Kornelius mengakui gejala serangan hama dan penyakit itu sudah muncul sejak tiga tahun lalu. Namun, ia mengelak jika dikatakan tidak mengantisipasi kondisi ini.
"Bukan karena penanganan lambat, tetapi akibat penyatuan dua dinas akibat otonomi daerah, yaitu kehutanan dan perkebunan yang baru berjalan enam bulan ini. Kami menjadi serba salah dan bingung untuk menangani kerusakan kakao rakyat dan gejalanya sudah tiga tahun lalu," ucapnya.
© Inacom. All Rights Reserved.