Berita Terbaru: Halaman 51

Indonesia dominasi pasar CPO bersertifikat

31

Jan

Indonesia dominasi pasar CPO bersertifikat

“Produksi minyak kelapa sawit berkelanjutan yang telah mendapat sertifikat RSPO secara global mencapai 12,15 juta ton atau sekitar 17% dari [...]

Indonesia dominasi pasar CPO bersertifikat. “Produksi minyak kelapa sawit berkelanjutan yang telah mendapat sertifikat RSPO secara global mencapai 12,15 juta ton atau sekitar 17% dari total produksi minyak kelapa sawit dunia,” terang Tiur Rumondang, Direktur Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) Indonesia.
Hingga tahun 2016 ada sekitar 1,8 juta hektare (ha) lahan sawit yang bersertifikat RSPO. Tiur mengatakan jumlah ini masih relatif kecil, yakni sekitar 12% dari total lahan sawit di Indonesia.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian (Kemtan), total lahan sawit di Indonesia mencapai 10,8 juta ha. Sedangkan pabrik kelapa sawit yang sudah mendapat sertifikat RSPO sekitar 174 pabrik dari 37 grup perusahaan anggota RSPO yang beroperasi di Indonesia.
Tiur mengatakan, kesadaran untuk mendapatkan sertifikasi RSPO di Indonesia tren pertumbuhannya mulai positif. Hal ini dapat dilihat dari naiknya jumlah luas lahan sawit bersertifikat dan berkelanjutan, dibandingkan tahun 2015 yang hanya mencapai 1,46 juta ha.
Produktivitas lahan sawit bersertifikat juga diklaim mengalami kenaikan. Jika biasanya satu hektar menghasilkan 4 ton per tahun, sekarang bisa mencapai 5 ton per hektar per tahun.
“Kami juga tidak tahu pasti kenaikan produktivitas itu ditunjang oleh bibit dan pengelolaan yang baik juga. Yang pasti lahan sawit bersertifikat ternyata memiliki keuntungan secara ekonomi,” tambah Tiur.
Ia mengatakan, banyak keuntungan yang didapat dengan adanya sertifikasi berkelanjutan RSPO. Beberapa keuntungannya antara lain, mampu bersaing di tingkat internasional, tingkat keterimaan pasar jadi lebih tinggi, khususnya untuk pengguna produk di Uni Eropa.
RSPO menargetkan, serapan pasar Certified Sustainable Palm Oil (CSPO) di Indonesia hingga tahun 2020 mencapai 50%. Tiur mengatakan untuk mencapai target tersebut tidak mudah, butuh kerja keras ekstra meyakinkan para pelaku usaha dan pemilik kebun.
“Tantangan terberat kami adalah budaya operasional dari perusahaan. Selama berpuluh-puluh tahun mereka beroperasi tidak ada yang mengamati, begitu masuk RSPO jadi ada yang mengamati,” tuturnya.
Tantangan untuk menumbuhkan kesadaran bersertifikat terberat ada pada perusahaan-perusahaan sawit menengah dan kecil. Target mereka adalah pasar domestik yang tidak memerlukan sertifikasi khusus, maka mereka menganggap CSPO tidak diperlukan.
Ada delapan prinsip utama yang harus dipenuhi oleh sebuah perusahaan sawit untuk mendapatkan sertifikasi RSPO. Apabila dijabarkan lagi, ada 143 kriteria khusus yang harus dipenuhi. Sertifikat berkelanjutan RSPO berlaku selama lima tahun dan ada audit khusus tiap tahunnya.
http://industri.kontan.co.id/news/indonesia-dominasi-pasar-cpo-bersertifikat

Indonesia to set February crude palm oil export tax at $18 per tonne

31

Jan

Indonesia to set February crude palm oil export tax at $18 per tonne

The government's price reference is set at $815.52 per tonne for next month. An export tax of $18 per tonne is applied whenever the export price is [...]

Indonesia to set February crude palm oil export tax at $18 per tonne. The government's price reference is set at $815.52 per tonne for next month. An export tax of $18 per tonne is applied whenever the export price is between $800 and $850 per tonne.
The rising export tax may encourage planters to sell more of their products to domestic buyers, according to Indonesian Palm Oil Association (GAPKI).
`If the export tax is too high, maybe it won't be attractive for exports. Domestic consumption could be larger for biodiesel,` said Fadhil Hasan, executive director of GAPKI.
Sahat Sinaga, executive director of the Vegetable Oil Industry Association, said imposing an $18 tax on top of a $50 per ton levy, will hurt competitiveness.
`It is like telling (companies) not to export,` Sinaga said.
Any sign that exports from the world's largest palm oil producer are being reduced by the tax increase would support Malaysian benchmark palm oil futures.
On Friday, palm oil contracts for April on the Bursa Malaysia Derivatives Exchange were trading around 3,060 ringgit ($691) a tonne, down less than 1 percent.
The export tax for cocoa beans will be kept unchanged in February at 5 percent.
http://www.reuters.com/article/us-indonesia-palmoil-exports-idUSKBN15B0AR

Elia Massa Manik: Membawa Holding BUMN Perkebunan Menjadi World Class Company

31

Jan

Elia Massa Manik: Membawa Holding BUMN Perkebunan Menjadi World Class Company

“Tahun lalu, pendapatan kami sekitar Rp 37 triliun. Tapi mengalami rugi sampai Rp 615 miliar,” ujar Elia Massa Manik. Setelah mengkaji [...]

Elia Massa Manik: Membawa Holding BUMN Perkebunan Menjadi World Class Company. “Tahun lalu, pendapatan kami sekitar Rp 37 triliun. Tapi mengalami rugi sampai Rp 615 miliar,” ujar Elia Massa Manik.
Setelah mengkaji kinerja PTPN I sampai PTPN XIV, kata Elia Massa, dalam Rapat Pemegang Saham diputuskan menjalankan restrukturisasi. Tujuannya menghasilkan efisiensi dan efektivitas dalam semua aspek. Restrukrisasi berjalan untuk semua bidang tidak hanya keuangan saja. Pasalnya, holding membayar bunga sebesar Rp 12,5 miliar per hari.
“Itu sebabnya perbaikan PTPN menjadi bagian tugas kita semua. Ujung-ujungnya, apabila PTPN ini sehat dan tanaman tegak berseri-seri pasti kita lebih sejahtera,” jelasnya.
Di tangan Elia Massa  Manik, jumlah direksi PTPN dipangkas maksimal tiga direksi. Sebelumnya, satu PTPN dapat mempunyai empat sampai lima direktur.
Elia mengambil contoh di perkebunan swasta nasional  jumlah direksi maksimal  dua orang. “Sedangkan di PTPN, direksi bisa berjumlah  lima orang. Saya lebih suka bicara memberesi produktivitas baru orang. Pergantian direksi bersumber dari internal, jadi kita ambil yang terbaik,” ujarnya.
“Kita harus berubah dari  top management. Pemimpin itu menjadi role model jika role model baik maka proses percepatan jauh lebih cepat,” ujarnya.
Lalu, bagaimana strategi Elia membawa holding BUMN Perkebunan menjadi world class company? Berikut ini petikan wawancara tim redaksi Majalah SAWIT INDONESIA setelah pergantian  direksi PTPN I sampai XIV di Jakarta, pada pertengahan Juli:
Dalam pandangan Bapak, pembenahan apa saja yang akan menjadi prioritas bapak untuk meningkatkan kinerja BUMN perkebunan?
Saat ini secara rata-rata dibandingkan swasta, biaya produksi masih lebih tinggi 35 persen dari swsata. Ini yang harus dibenahi. Penyebab biaya produksi tinggi karena produktivitas masih rendah. Dalam pandangan saya, pengelolaan cost  dimanapun sama. Dua hal ini menjadi perhatian kami.
Pembenahan dimulai dari memperbaiki struktur orang pada umumnya. Di swasta nasional, jumlah direksi kalau mengurus perkebunan paling banya dua  orang  tetapi selama ini direksi PTPN sampai lima orang. Oleh karena itu, kami efisienkan jumlah direksinya. Saya lebih suka bicara produktivitas dulu baru kelebihan orang.
Makanya, perubahan dimulai dari   top management. Biar bagaimanapun leader menjadi role model. Dengan memperbaiki role model, saya yakin proses percepatan dan perbaikan jauh lebih cepat baru kita paralel membangun sistem. Makanya, kita akselerasi proses integrasi sistem pada akhirnya dapat dilakukan kontrol dengan integrated sistem. Yang mengurusnya adalah Telkom. Sudah diberikan kontraknya diharapkan dalam satu tahun lagi sistem terintegrasi. Sehingga pak wahyu (red-Deputi Kementerian BUMN) bisa monitoring. Dari 14 PTPN, baru satu yaitu PTPN X yang punya sistem SAP terimplementasi dengan baik.
Nantinya, sistem akan kami bangun dari bawah. Jadi, tiap manajer itu bertanggungjawab terhadap untung ruginya  kebunnya. Untuk itu,  kami akan lakukan perubahan sistem dengan segera.
Sebelum diserahkan jabatan Direktur Utama PTPN 3 Holding, apa target dari Menteri BUMN kepada Bapak ?
Buat sehat.
Bagaimana cara menyehatkan PTPN  ?
Dalam pembenahan industri agro mesti ditempuh tiga langkah bersamaan yaitu  usaha hulu, medium dan hilir. Di sektor upstream (hulu) harus efisien. Down stream (hilirisasi) akan berhasil juga upstrem efisien. Ini tantangan dalam menjalankan holding agro. Apabila tidak bisa efisien forget it, Hilir akan mati. Saat ini, 95 persen PTPN bergerak pada di hulu dengan dominasi industri kelapa sawit, maka  yang perlu dikejar dan digenjot  dari sisi kapasitas.
Apakah mungkin perbaikan produktivitas dilakukan secepat mungkin?
Produktivitas bisa diperbaiki dalam waktu tiga tahun. Berbicara sawit bahwa produktivitas tinggi dipengaruhi bibit dan kerapatan tanaman misalkan tanaman kita jumlah 120 pohon per hektar tetapi perusahaan lain bisa 130 pohon per hektar, jelas produktivitas beda. Lalu, komposisi umur tanaman untuk replanting  dilakukan dengan konsisten
Saya baru tiga bulan menjabat dan ada program pemeirntah untuk meningkatkan produktivitas  petani tebu rakyat. Dalam lima tahunini lahan tebu rakyat turun 5% sehingga produksi turun. Kita rangsang produktivitas dan PTPN harus tambah lahan tebu. Jika ingin swasembada dan stabilisasi harga maka harus lakukan itu.
Contoh kakao, lahan PTPN dari awalnya 20 ribu hektar sekarang tinggal 3 ribu hektar. Mungkin waktu itu harga tidak bagus dan serangan hama. Makanya perlu strategi tanamanyang baik karena kita tidak bisa konversi tanaman sembarangan. Dlaam lima tahun terakhir, harga coklat yang bagus adalah kakao tapi terlanjut dikonversi, ini pembelajaran yang harus diperbaiki.
https://sawitindonesia.com/rubrikasi-majalah/sosok/elia-massa-manik-membawa-holding-bumn-perkebunan-menjadi-world-class-company/

Prof. Hermanto Siregar : Pembenahan PTPN III Dapat Tingkatkan Produktivitas dan Efisiensi

24

Jan

Prof. Hermanto Siregar : Pembenahan PTPN III Dapat Tingkatkan Produktivitas dan Efisiensi

“Tranformasi yang dilakukan PTPN III cukup baik karena ada usaha efisiensi untuk memperbaiki kinerja perusahaan. Dengan usaha tranformasi ini, [...]

Prof. Hermanto Siregar : Pembenahan PTPN III Dapat Tingkatkan Produktivitas dan Efisiensi. “Tranformasi yang dilakukan PTPN III cukup baik karena ada usaha efisiensi untuk memperbaiki kinerja perusahaan. Dengan usaha tranformasi ini, kemungkinan produksi akan meningkat secara fisik sekitar 10%-15% walaupun jumlah itu tidak besar, sudah termasuk bagus itu. Alasannya kenaikan produksi tidak signifikan ada faktor perekonomian dunia yang mempengaruhi harga komoditas nasional dan di internal perusahaan masih perlu perbaikan,” kata Hermanto Siregar ketika dihubungi oleh Sawit Indonesia pada pertengahan Januari 2017.
Dalam hal ini, ia juga mendukung rencana pembenahan manajemen PTPN III dengan mengurangi jumlah direksi dan komisaris perusahaan karena dapat memangkas anggaran perusahaan, serta memangkas proses birokrasi dalam pengambilan kebijakan. “Rencana ini sebagai sesuatu yang bagus karena akan mengurangi biaya perusahaan, keputusan dalam direksi dapat lebih cepat dan efisiensi dan kebijakan tersebut bisa cepat dilaksanakan,” jelas dia.
https://sawitindonesia.com/rubrikasi-majalah/sajian-utama/prof-hermanto-siregar-pembenahan-ptpn-iii-dapat-tingkatkan-produktivitas-dan-efisiensi/

Indonesia contributes 50 percent of environmentally friendly CPO

24

Jan

Indonesia contributes 50 percent of environmentally friendly CPO

RSPO Indonesia Director Tiur Rumondang said here on Tuesday that opportunities to gain much profit from RSPO certification is widely opened in the [...]

Indonesia contributes 50 percent of environmentally friendly CPO	. RSPO Indonesia Director Tiur Rumondang said here on Tuesday that opportunities to gain much profit from RSPO certification is widely opened in the future. That is because of the total area of 3.24 million hectares CPO in the world, half of it is located in Indonesia.
The world demand on CPO is higher than other commodities such as soybean and sun flower seeds oil, Tiur noted, adding that due to its excellence the demand in global market until November 2016 is more than 60-million metric tons.
 `There are 1.8 million hectares of RSPO-certified CPO in Indonesia. This area is only ten percent of the total area of ten million hectares in the country,` Tiur noted. She explained that the awareness to get RSPO certification in Indonesia shows positive trend, seen from the increasing of certified-CPO area in 2015 which was 1.46 million hectares. Of the 1.8 million RSPO-certified-CPO in Indonesia, about 30 percent or 315,768 hectares are located in Riau province. The certified areas have produced 5.75 million tons fresh palm oil, 1,27 million tons metric CPO and 313.4 tons metric kernel.
 The number of RSPO certification holder in Riau is ten companies, and 31 RSPO-certified CPO factories, while the area under the farmer partnership management reached 65,450 hectares. The sustainable RSPO certification is valid for five years and is audited every year.(*)
http://www.antaranews.com/en/news/108991/indonesia-contributes-50-percent-of-environmentally-friendly-cpo

EU Big Market for Indonesian Palm Oil, but Big Challenges Remain

24

Jan

EU Big Market for Indonesian Palm Oil, but Big Challenges Remain

The people behind these negative campaigns aim to limit the inflow of CPO into the European Union due to environmental as well as health concerns [...]

EU Big Market for Indonesian Palm Oil, but Big Challenges Remain. The people behind these negative campaigns aim to limit the inflow of CPO into the European Union due to environmental as well as health concerns (although some speculate they actually want to limit the import of cheaper crude palm oil for the benefit of locally-produced edible oils such as sunflower oil, canola oil or soybean oil).
In the year 2017 negative campaigning continues. Several authorities in Europe had already listed palm oil, an edible oil, as a cancer risk. The European Food Safety Authority (EFSA) reported that palm oil generates more of a potentially carcinogenic contaminant than any other edible oil when refined at temperatures of at least 200°C. Nutella, the hazelnut and chocolate spread made by Italian confectionery firm Ferrero, became a victim when calls were made to boycott Nutella due to its palm oil content.
In recent years there has been a series of anti-CPO campaigns in the EU, including:

In 2012 France proposed higher import duties on crude palm oil. It is believed this proposal was aimed at protecting the country's own sunflower oil production.
In 2014 there started to emerge various products in Belgian and Italian supermarkets with the label `palm oil free`, in an attempt to promote those products that do not contain palm oil.
In 2015 there spread many negative stories about Indonesia's palm oil industry after the severe forest fires that occurred on the Indonesian islands of Sumatra and Kalimantan in late-2015.
In 2016 France again proposed (progressive) import duties on palm oil imports (again the plan was cancelled after discourse).

Sahat Sinaga, Executive Director at the Indonesian Vegetable Oil Refiners Association (GIMNI), said these negative campaigns have a big impact on palm oil consumption in the European Union. In full-year 2016 Indonesia is estimated to have only exported 3.3 million tons to the EU, down 21 percent from 4.2 million tons of palm oil shipments in the preceding year. Toward the future, the figure may continue to decline and therefore Sinaga does not see a good future for palm oil shipments to the EU in case it involves palm oil shipments for food. However, EU demand for biodiesel or oleochemical is expected to increase. Therefore, exporters are advised to focus on the non-food palm oil-related shipments to the European Union.
Indonesia's Palm Oil Exports Volume to Top Markets:

2011

2012

2013

2014

2015

2016¹

India

4,980

5,253

5,634

4,867

5,798

3,944

European Union

3,500

3,650

4,800

4,123

4,233

2,963

China

2,032

2,842

2,343

2,357

3,990

1,920

in thousand tons             ¹ January-September 2016 period only Source: Statistics Indonesia (BPS)
http://www.indonesia-investments.com/news/todays-headlines/eu-big-market-for-indonesian-palm-oil-but-big-challenges-remain/item7548v

Berita Terbaru